TOKOH PENDIDIKAN ISLAM
K.H AHMAD DAHLAN
MAKALAH
Disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah : Kapita Selekta
Dosen pengampu: Ust. Ali Taman Saputra M.Pd.I
Disusun Oleh
:
SUNARYA
SUNARYA
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-HIDAYAH KOTA BOGOR
2014 M/1435 H
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Muhammadiyah merupakan organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia
setelah NU. Pendidikan telah menjadi “trade-merk”
gerakan Muhammadiyah, besarnya jumlah lembaga pendidikan merupakan bukti
konkrit peran penting Muhammadiyah dalam proses pemberdayaan umat Islam dan pencerdasan bangsa. Dalam
konteks ini Muhammadiyah tidak hanya berhasil mengentaskan bangsa Indonesia dan umat islam dari kebodohan
dan penindasan, tetapi juga menawarkan suatu model pembaharuan sistem
pendidikan “modern” yang telah
terjaga identitas dan kelangsungannya.
Diskusi tentang pendidikan
Muhammadiyah sebagai salah satu pembaharuan pendidikan islam di Indonesia tidak dapat
dilepaskan dari pemikiran para pendirinya. Salah satu tokoh pendidikan
Muhammadiyah yang paling menonjol adalah K.H. Ahmad Dahlan. Oleh karenanya
penulis akan membahas makalah yang berjudul “Tokoh
Pendidikan Islam K.H Ahmad Dahlan”.
B. Rumusan Masalah
Agar pembahasan makalah ini tidak
melenceng dari pembahasan, maka penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut
:
1. Bagaimana Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan ?
2.
Bagaimana Latar pendidikan K.H. Ahmad Dahlan?
3.
Apa Tujuan dari berdirinya Organisasi Muhammadiyah?
4.
Bagaimana Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan?
5.
Bagaimana Konsep Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan diakui sebagai salah seorang tokoh
pembaru dalam pergerakan Islam Indonesia, antara lain, karena ia mengambil
peran dalam mengembangkan pendidikan Islam dengan pendekatan-pendekatan yang lebih
modern. Ia berkepentingan dengan
pengembangan pendidikan Islam masyarakat yang menurutnya tidak sesuai dengan
ajaran Al –Qur’an dan Hadits.[1]
Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868 adalah
seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh
bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. K.H Abu Bakar adalah seorang ulama dan
khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu[2],
dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta pada
masa itu. Dalam sumber
lain K.H. Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1869.[3]
Diwaktu kecil K.H. Ahmad Dahlan bernama Muhammad
Darwis, nama Ahmad Dahlan adalah pergantian setelah berangkat untuk menunaikan
ibadah haji di Makkah. Sebelum mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah, beliau bergabung sebagai anggota
Boedi Oetomo yang merupakan organisasi kepemudaan pertama di Indonesia.
Dengan kedalaman ilmu agama dan
ketekunannya dalam mengikuti gagasan-gagasan pembaharuan Islam, K.H. Ahmad Dahlan kemudian aktif menyebarkan
gagasan pembaharuan Islam ke pelosok-pelosok tanah air sambil berdagang batik. K.H. Ahmad Dahlan melakukan tabliah
dan diskusi keagamaan sehingga atas desakan para muridnya pada tanggal 18
November 1912 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah.
Disamping aktif di Muhammadiyah beliau juga aktif di partai politik. Seperti
Budi Utomo dan Sarikat Islam. Hampir seluruh hidupnya digunakan utnuk beramal
demi kemajuan umat Islam dan bangsa. K.H. Ahmad Dahlan meninggal pada
tanggal 7 Rajab 1340 H atau 23 Pebruari 1923 M dan dimakamkan di Karang Kadjen,
Kemantren, Mergangsan, Yogyakarta.
B.
Latar Belakang
Pendidikan KH. Ahmad Dahlan
Nama kecil K.H.
Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis. Saat masih kecil beliau diasuh oleh
ayahnya sendiri yang bernama K.H. Abu bakar. Karena sejak kecil Muhammad Darwis
mempunyai sifat yang baik, budi pekerti yang halus dan hati yang lunak serta
berwatak cerdas, maka ayah bundanya sangat sayang kepadanya. Ketika Muhammad
Darwis menginjak usia 8 tahun Ia dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar. Dalam
hal ini Muhammad Darwis memang seorang yang cerdas pikirannya karena dapat
mempengaruhi teman-teman sepermainannya dan dapat mengatasi segala permasalahan
yang terjadi diantara mereka.
Muhammad Darwis
tinggal di kampung kauman yang mana di tempat itu anti dengan penjajah. Suasana
seperti itu tidak memungkinkan bagi Muhammad Darwis untuk memasuki sekolah yang
dikelola oleh pemerintah penjajah. Pada waktu itu siapa yang memasuki sekolah
gubernamen, yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah jajahan,
dianggap kafir atau kristen. Sebab itu muhammad Darwis tidak meuntut ilmu pada
sekolah Gubernamen, Ia mendapatkan pendidikan, khususnya pendidikan keagamaan
dari ayahnya sendiri.
Pada
abad ke-19 berkembang suatu tradisi mengirimkan anak kepada guru untuk menuntut
ilmu, dan menurut Karel Steebbrink sebagaimana yang dikutip oleh Weinata Sairin
ada enam macam guru yang terkenal pada masa itu; guru ngaji Qur’an, guru kitab,
guru tarekat, guru untuk ilmu ghaib, pejual jimat dan lain-lain. Dari lima
macam guru tadi, Muhammad Darwis belajar mengaji Qur’an pada ayahnya, sedangkan
belajar kitab pada guru-guru lain.[4]
Setelah menginjak dewasa, Muhammad Darwis mulai
membuka kebetan kitab mengaji kepada K.H. Muhammad Saleh dalam bidang ilmu Fiqh
dan kepada K.H. Muhsin dalam bidang ilmu nahwu. Kedua guru tersebut merupakan
kakak ipar yang rumahnya berdampingan dalam suatu komplek. Sedangkan pelajaran
yang lain beliau belajar kepada ayahnya sendiri. Guru-guru Muhammad Darwis lain
yang bisa disebut adalah; Kyai haji Abdul Khamid, KH. Muhammad Nur, dan Syaikh
Hasan.
Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan mempelajari perubahan-perubahan
yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian berusaha menerapkannya
di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian agama di langgar
atau mushola.[5]
C.
Tujuan
Berdirinya Organisasi Muhammadiyah
Sesuai dengan ide pembaruan yang di serapnya dari
pemikiran Timur Tengah, ia pun mulai melakukan usaha meluruskan akidah dan amal
ibadah masyarakat Islam. Melihat kondisi umat Islam yang saat itu cukup kritis,
K.H. Ahmad Dahlan terdorong untuk mendirikan organisasi yang kemudian dinamakan
Muhammadiyah. Organisasi ini berdiri pada 8 November 1912 di yogyakarta.
Perkumpulan Muhammadiyah berusaha mengembalikan ajaran Islam kepada sumber
aslinya, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Hal ini diwujudkan melalui usaha
memperluas dan mempertinggi pendidikan Islam, serta memperteguh keyakinan agama
Islam.
Tujuan dari berdirinya organisasi ini ialah mengadakan
dakwah Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat
tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh
anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan
penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam, serta berusaha
dengan segala kebijaksanaan supaya kehendak dan peraturan islam berlaku dalam
masyarakat. Rumusan tujuan ini sesuai dengan apa yang tertulis dalam Anggaran
Dasar Muhammadiyah Desenber 1950. Setelah organisasi ini berdiri, sekolah yang
didirikan semakin banyak, karena pendirian sekolah dan madrasah menjadi
prioritas dalam setiap gerakan Muhammadiyah. Oleh karena itu, di mana ada
cabang perkumpulan organisasi ini dipastikan terdapat sekolah atau Madrasah
Muhammadiyah. Hal ini dimungkinkan karena kalangan pendukung Muhammadiyah
kebanyakan berasal dari kaum pedagang dan pegawai di wilayah perkotaan sehingga
mudah untuk dikoordinasikan.
D.
Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
Merasa prihatin terhadap
perilaku masyarakat Islam di Indonesia yang masih mencampur-baurkan
adat-istiadat yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran umat islam, inilah
yang menjadi latar belakang pemikiran K.H. ahmad Dahlan untuk melakukan
pembaruan, yang juga melatar belakangi lahirnya Muhammadiyah. Selain faktor
lain diantaranya, yaitu pengaruh pemikiran pembaruan dari para gurunya di Timur
Tengah.[6]
Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam
waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta
keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial belanda
yang sangat merugikan bangsa Indonesia.[7]
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis
untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran
yang dinamis adalah melalui pendidikan. Memang, Muhammadiyah sejak tahun 1912
telah menggarap dunia pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan
yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan ini tampak
dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: “ Dadiji
kjai sing kemajorean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah”(
Jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk
Muhammadiyah)
Untuk
mewujudkannya, menurut K.H. Ahmad Dahlan pendidikan terbagi menjadi tiga jenis,
yaitu:
1.
Pendidikan moral, akhlak, yaitu sebagai usaha untuk
menumbuhkan karakter manusia yang baik, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah
2.
Pendidikan Individu, yaitu sebagai usaha untuk
menumbuhkan kesadaran individu yang utuh, yang berkesinambungan antara
keyakinan dan intelek, antara akal dan pikiran serta antara dunia dan akhirat
3.
Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk
menumbuhkan kese”iya”an dan keinginan hidup masyarakat.
Tanpa
mengurangi pemikiran para intelektual muslim lainnya, paling tidak pemikiran
Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai awal kebangkitan
pendidikan Islam di Indonesia. Gagasan pembaruannya sempat mendapat tantangan
dari masyarakat waktu itu, terutama dari lingkunagan pendidikan tradisional.
Kendati demikian, bagi Dahlan, tantangan tersebut bukan merupakan hambatan,
melainkan tantangan yang perlu dihadapi secara arif dan bijaksana.[8]
Arus dinamika
pembaharuan terus mengalir dan bergerak menuju kepada berbagai persoalan
kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan Islam
menjadi semakin penting dan strategis untuk senantiasa mendapat perhatian yang
serius. Hal ini disebabkan, karena pendidikan merupakan media yang sangat
strategis untuk mencerdaskan umat. Melalui media ini, umat akan semakin kritis
dan memiliki daya analisa yang tajam dalam membaca peta kehidupan masa depannya
yang dinamis. Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan K.H Ahmad Dahlan
dapat diletakkan sebagai upaya sekaligus wacana untuk memberikan inspirasi bagi
pembentukan dan pembinaan peradaban umat masa depan yang lebih proporsional.
E.
Konsep Pendidikan KH. Ahmad Dahlan
Kehadiran penjajah
Belanda ke Indonesia telah merusak tatanan sosial yang ada dalam masyarakat
Indonesia. Di jawa, Belanda telah merusak dan menghancurkan komponen kehidupan
perdagangan dan politik umat Islam. Selain itu, kondisi umat Islam mulai
menyimpang dari kesucian dan kemurnian ajaran Islam. Dalam segi kegiatan
keagamaan, mulai berkembang sikap fatalisme, khurafat, takhayul, serta
konservatisme yang tertanam kuat dalam kehidupan keagamaan dan sosial ekonomi
masyarakat Islam. Kondisi ini diperburuk lagi dengan dengan misi kristenisasi
yang membuat umat Islam mengalami kejumudan dalam setiap aspek kehidupannya.
Memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan Islam dan akibat dari pemerintahan
kolonial Belanda, terutama di pulau Jawa, K.H. Ahmad Dahlan merasa sangat prihatin.
Umat Islam saat itu berada dalam keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan.
Selain itu, sistem pendidikan yang ada sangat lemah sehingga tidak mampu
menandingi misi kaum Zindiq maupun Kristen.
Melihat kenyataan diatas, beliau sebagai seorang muallim
merasa terpanggil untuk mempertahankan sistem dari abad-abad permulaan Islam
sebagai suatu sistem yang benar dan bebas dari unsur-unsur bid’ah, berusaha
membangun kembali agama Islam yang didasarkan pada sendi-sendi ajaran yang
benar, yakni sejalan dengan Al-Qur’an dan Hadits. Oleh sebab itu K.H. Ahmad
dahlan memfokuskan dirinya untuk memperbaiki tatanan masyarakat dengan
meningkatkan taraf pendidikan khususnya di Indonesia.
Pelaksanaan
pendidikan menurut Dahlan hendaknya di dasarkan pada landasan yang kokoh.
Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan kerangka filosofis
bagi Islam, baik secara vertikal (Khaliq) maupun Horizontal (makhluk). Dalam
pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu
sebagai abd’ Allah dan khalifah fi al-ardh.
Dalam proses
kejadiannya, manusia diberikan Allah dengan al-ruh dan al’aql. Untuk itu,
pendidikan hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi al-ruh
untuk menalar petunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada Khaliqnya.
Disini eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu
dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoritis dan metodologis
bagaimana menata hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horizontal dalam
konteks tujuan penciptaannya.[9]
Pendidikan menurut K.H.
Ahmad Dahlan
hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat.
Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan K.H. Ahmad Dahlan ini meliputi:
1. Tujuan Pendidikan
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas
pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk
kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari
tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan
pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan
pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mendalami
ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan
sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali.
Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat
bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh
menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan
akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum,
material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan
pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
2. Materi pendidikan
Menurut Dahlan,
materi pendidikan adalah pengajaran Al-Qur’an dan Hadits, membaca, menulis,
berhitung, Ilmu bumi, dan menggambar. Materi Al-Qur’an dan Hadits meliputi;
Ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya,
musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Qur’an dan Hadits menurut akal, kerjasama
antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu
dan kehendak, Demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamika
kehidupan dan peranan manusia di dalamnya, dan akhlak (budi pekerti).[10]
3.
Metode Mengajar
Di dalam menyampaikan pelajaran agama K.H. Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi kontekstual.
Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara
kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi.
Cara belajar-mengajar di pesantren
menggunakan sistem Weton dan Sorogan, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem
masihal seperti sekolah Belanda. Bahan pelajaran di pesantren
mengambil dari
kitab-kitab agama saja. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya mengambil
dari kitab agama dan buku-buku umum. Di pesantren hubungan guru-murid
biasanya terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang
dianggap sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan antara guru-murid yang akrab.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, pemakalah
dapat menyimpulkan bahwasanya K.H. Ahmad Dahlan adalah merupakan tokoh pendidikan yang
sangat besar jasanya bagi dunia pendidikan di Indonesia ini.
Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad
Darwis)
lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Sebelum
mendirikan organisasi Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan mempelajari
perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian
berusaha menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan
pengajian agama di langgar atau mushola. Pada tahun 1912 beliau mendirikan
Muhammadiyah yang semata-mata bertujuan untuk mengadakan dakwah Islam,
memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong,
mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh anak-anak agar
menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan
kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam
Ide-ide yang di kemukakan K.H.Ahmad Dahlan telah membawa
pembaruan dalam bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam yang semula
bersistem pesantren menjadi sistem klasikal, dimana dalam pendidikan klasikal
tersebut dimasukkan pelajaran umum kedalam pendidikan madrasah. Meskipun
demikian, K.H.
Ahmad Dahlan tetap mendahulukan pendidikan moral atau ahlak, pendidikan
individu dan pendidikan kemasyarakatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis- Nizar, Syamsul.
2010. Ensiklopedi Tokoh pendidikan Islam,
Jakarta: Quantum teaching
Kurniawan, Syamsul - Mahrus, Erwin.
2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Weinata Islam, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media)
Sairin, Gerakan pembaharuan Muhammdiyah,
Salam, Junus 2009. Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, Tangerang:
Al-Wasat Publising House
Soedja, Muhammad, 1993. Cerita
tentang kyiai haji Ahmad Dahlan,
Jakarta: Rhineka Cipta
Baihaqi, Mif. 2008. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan, Bandung:
Penerbit Nuansa
[1] Syamsul Kurniawan-Erwin
Mahrus, jejak pemikiran Tokoh Pendidikan
Islam, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media), hal.193
[2] Junus salam, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah,
(Tangerang: Al-Wasat Publising House, 2009), hal.56.
[3] Muhammad Soedja, Cerita
tentang kyiai haji Ahmad Dahlan, ( Jakarta: Rhineka Cipta, 1993),
hal 202.
[6] Syamsul kurniawan-Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan
Islam,(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media,2011), hal.195-196
[7].Ramayulis-Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh pendidikan Islam, (Jakarta:Quantum
teaching,2010).hal 193.
[9] Ramayulis-Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh pendidikan Islam, (Jakarta:Quantum
teaching,2010).hal 195.
[10] Ramayulis-Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh pendidikan Islam,(Jakarta:Quantum
teaching,2010).hal 199.
0 comments:
Post a Comment