Tuesday, June 11, 2013

BERSYUKUR DAN BERSABAR

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah memberitahukan bahwa setiap ketetapan yang diputuskan oleh Allah Subhanahu wa-ta'ala terhadap orang-orang muslim yang sabar atas cobaan dan bersyukur atas kegembiraan maka hal itu baik baginya. Sebagaimana firman-Nya:

“Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.”(QS. Ibrahim:5)

Adapun orang yang tidak sabar atas cobaan dan tidak bersyukur pada saat lapang, maka apa yang diputuskan Allah Subhanahu wa-ta'ala bukanlah sesuatu yang baik baginya.

          Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa manusia dalam menghadapi takdir Allah Subhanahu wa-ta'ala yang berupa kesenangan dan kesulitan terbagi menjadi dua, yaitu kaum beriman dan kaum yang tidak beriman.

          Adapun orang yang beriman bagaimanapun kondisinya selalu baik baginya. Apabila dia tertimpa kesulitan maka dia bersabar dan tabah menunggu datangnya jalan keluar dari Allah Subhanahu wa-ta'ala serta mengharapkan pahala dengan kesabarannya itu. Dengan demikian dia memperoleh pahala orang-orang yang sabar. Maka ini baik baginya.

          Sedangkan apabila seorang mukmin menerima nikmat diniyah maupun duniawiyah maka dia bersyukur yaitu dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa-ta'ala . Karena syukur bukan saja mencakup ucapan syukur di mulut saja, akan tetapi harus dilengkapi dengan melaksanakan berbagai ketaatan kepada Allah Subhanahu wa-ta'ala. Sehingga orang yang beriman memiliki dua nikmat ketika mengalami kesenangan yaitu nikmat dunia dengan merasa senang dan nikmat diniyah dengan bersyukur. Sehingga inipun baik bagi dirinya.

          Adapun orang kafir, mereka berada dalam keadaan yang buruk sekali, wal ‘iyaadzu billaah. Apabila tertimpa kesulitan mereka tidak mau bersabar, bahkan tidak mau terima, memprotes takdir, mendoakan kebinasaan, mencela masa dan caci maki lainnya.

          Sedangkan apabila mendapatkan kesenangan dia tidak bersyukur kepada Allah Subhanahu wa-ta'ala. Maka kesenangan yang dialami oleh orang-orang kafir di dunia ini kelak di akhirat akan berubah menjadi siksaan. Karena orang kafir itu tidaklah menyantap makanan atau menikmati minuman kecuali dia pasti mendapatkan dosa karenanya. Meskipun hal itu bagi orang mukmin tidak dinilai dosa, akan tetapi lain halnya bagi orang kafir.

Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa-ta'ala :

“Katakanlah: Siapakah yang mengharamkan perhiasan Allah dan rezeki yang baik-baik  yang dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya. Katakanlah: itu semua adalah untuk orang-orang yang beriman di dalam kehidupan dunia yang akan diperuntukkan untuk mereka saja pada hari kiamat.” (QS.Al A’raaf: 32).

          Sehingga semua rezeki tersebut diperuntukkan bagi kaum beriman saja pada hari kiamat nanti. Adapun orang-orang yang tidak beriman maka nikmat itu bukan menjadi hak mereka. Mereka memakannya padahal itu haram bagi mereka dan pada hari kiamat nanti mereka akan disiksa karenanya. Sehingga bagi orang kafir kesenangan maupun kesulitan adalah sama-sama buruknya, wal ‘iyaadzu billaah.


1.    BERSYUKUR

          Bersyukur adalah berterimakasih atas sesuatu kebaikan atau hal yang mengemberikan, seperti bersyukur kepada orang tua dan bersyukur kepada manusia yang telah berbuat baik kepadanya. Karena Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda:

“Siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah Subhanahu wa-ta'ala.”(HR. Ahmad)

          Namun pemberian yang diterima dari seseorang tidak boleh digunakan untuk bermaksiat kepada-Nya. Allah Subhanahu wa-ta'ala berfirman:

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku,”(QS. Luqman: 15)

          Karena pada hakikatnya, Dialah pemberi nikmat yang agung yang tidak mampu dilakukan oleh makhluk-Nya, nikmat yang diberikan oleh makhluk juga pemberian dari-Nya. Allah Subhanahu wa-ta'ala berfirman:

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya).”(QS, An Nahl: 53)


"Dan dia telah menundukan untukmu apa yang di langit dan apa yang dibumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya."(QS. Al-Jaatsiyah: 13)


2.    BERSYUKUR KEPADA ALLAH I

          Dilihat dari berbagai segi, maka segala kebaikan itu datangnya dari Allah Subhanahu wa-ta'ala dan keburukan itu dari diri sendiri. Bagaimanapun kondisi seorang hamba, maka ia harus tetap mensyukuri-Nya. Sebab Dia-lah yang paling berhak untuk disyukuri secara sempurna dan tidak berharap kecuali hanya kepada-Nya. Segala yang ada pada makhluk merupakan atas kendali dari diri-Nya, dan jika manusia mengetahui sebagaimana firman-Nya:

“Apa saja diantara rahmat Allah Subhanahu wa-ta'ala yang dianugerahkan kepada manusia, maka tidak ada yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan-Nya maka tidak ada yang sanggup untuk melepaskannya setelah itu.”(QS. Fathir:2)

Niscaya mereka hanya bertawakal dan berharap hanya kepada Allah Subhanahu wa-ta'ala semata, serta tidak takut kecuali hanya kepada-Nya. Sebagian ulama salaf berkata, “Seorang hamba tidak mengharap kecuali kepada Rabb-nya, dan tidak ada yang ditakutinya kecuali dosanya.”

          Sebagaimana pula diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya apa yang menimpa mereka(kaum muslimin) pada perang Uhud adalah mutlak karena dosa mereka.”



3.    KEUTAMAAN ORANG KAYA YANG BERSYUKUR

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dia berkata:

 “Orang-orang miskin (dari para sahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam) pernah datang menemui beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam, lalu mereka berkata: “Wahai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, orang-orang (kaya) yang memiliki harta yang berlimpah bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi (di sisi Allah Subhanahu wa-ta'ala) dan kenikmatan yang abadi (di surga), karena mereka melaksanakan shalat seperti kami melaksanakan shalat dan mereka juga berpuasa seperti kami berpuasa, tapi mereka memiliki kelebihan harta yang mereka gunakan untuk menunaikan ibadah haji, umrah, jihad dan sedekah, sedangkan kami tidak memiliki harta…“.

          Dalam riwayat Imam Muslim, di akhir hadits ini Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Itu adalah karunia (dari) Allah Subhanahu wa-ta'ala yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya

          Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan orang kaya yang memanfaatkan kekayaannya untuk meraih takwa kepada Allah Subhanahu wa-ta'ala, dengan menginfakkan hartanya di jalan yang diridhai-Nya.

          Imam Ibnu Hajar al-’Asqalani berkata, “Dalam hadits ini (terdapat dalil yang menunjukkan) lebih utamanya orang kaya yang menunaikan hak-hak (Allah Subhanahu wa-ta'ala) pada (harta) kekayaannya dibandingkan orang miskin, karena berinfak di jalan Allah I (seperti yang disebutkan dalam hadits di atas) hanya bisa dilakukan oleh orang kaya” (Kitab “Fathul Baari” 3/298).


4.    SABAR

          Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.” (Al Fawa’id, hal. 95)

          Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa-ta'ala, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahu wa-ta'ala, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah Subhanahu wa-ta'ala….” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)

Allah Subhanahu wa-ta'ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu...” (QS. Ali-lmran:200)

Dan:

"Niscayalah Kami akan memberikan cobaan sedikit kepadamu semua seperti ketakutan, ketaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, kemudian sampaikaniah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155)

Dan:

" Sesungguhnya Hanya orang-orang yang Bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

Dan:

"  Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, Sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. As-Syura: 43)

Dan:

“Mintalah pertolongan dengan sabar dan mengerjakan shalat sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 153

Dan:

"Dan sesungguhnya Kami hendak menguji kepadamu semua, sehingga Kami dapat mengetahui siapa di antara engkau semua itu yang benar-benar berjihad dan siapa pula orang-orang yang bersabar." (QS. Muhammad: 31)

Ayat-ayat yang mengandung perintah untuk bersabar dan yang menerangkan keutamaan sabar itu amat banyak sekali dan dapat dimaklumi.


5.    MACAM-MACAM SABAR

          Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:

1.    Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa-ta'ala.

2.    Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah Subhanahu wa-ta'ala.

3.   Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah Subhanahu wa-ta'ala yang dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)


5.1         BERSABAR DALAM KETAATAN KEPADA ALLAH Subhanahu wa-ta'ala

-       Sabar Dalam Menuntut Ilmu

          Syaikh Nu’man mengatakan, “Betapa banyak gangguan yang harus dihadapi oleh seseorang yang berusaha menuntut ilmu. Maka dia harus bersabar untuk menahan rasa lapar, kekurangan harta, jauh dari keluarga dan tanah airnya. Sehingga dia harus bersabar dalam upaya menimba ilmu dengan cara menghadiri pengajian-pengajian, mencatat dan memperhatikan penjelasan serta mengulang-ulang pelajaran dan lain sebagainya.

          Semoga Allah merahmati Yahya bin Abi Katsir yang pernah mengatakan, “Ilmu itu tidak akan didapatkan dengan banyak mengistirahatkan badan”, sebagaimana tercantum dalam shahih Imam Muslim. Terkadang seseorang harus menerima gangguan dari orang-orang yang terdekat darinya, apalagi orang lain yang hubungannya jauh darinya, hanya karena kegiatannya menuntut ilmu. Tidak ada yang bisa bertahan kecuali orang-orang yang mendapatkan anugerah ketegaran dari Allah Subhanahu wa-ta'ala.” (Taisirul wushul, hal. 12-13)

-       Sabar Dalam Mengamalkan Ilmu

          Syaikh Nu’man mengatakan, “Dan orang yang ingin beramal dengan ilmunya juga harus bersabar dalam menghadapi gangguan yang ada di hadapannya. Apabila dia melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa-ta'ala menuruti syari’at yang diajarkan Rasulullah niscaya akan ada ahlul bida’ wal ahwaa’ yang menghalangi di hadapannya, demikian pula orang-orang bodoh yang tidak kenal agama kecuali ajaran warisan nenek moyang mereka.

Sehingga gangguan berupa ucapan harus diterimanya, dan terkadang berbentuk gangguan fisik, bahkan terkadang dengan kedua-keduanya. Dan kita sekarang ini berada di zaman di mana orang yang berpegang teguh dengan agamanya seperti orang yang sedang menggenggam bara api, maka cukuplah Allah Subhanahu wa-ta'ala sebagai penolong bagi kita, Dialah sebaik-baik penolong” (Taisirul wushul, hal. 13)

-       Sabar Dalam Berdakwah

          Syaikh Nu’man mengatakan, “Begitu pula orang yang berdakwah mengajak kepada agama Allah Subhanahu wa-ta'ala harus bersabar menghadapi gangguan yang timbul karena sebab dakwahnya, karena di saat itu dia tengah menempati posisi sebagaimana para Rasul. Waraqah bin Naufal mengatakan kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah ada seorang pun yang datang dengan membawa ajaran sebagaimana yang kamu bawa melainkan pasti akan disakiti orang.”

          Sehingga jika dia mengajak kepada tauhid didapatinya para da’i pengajak kesyirikan tegak di hadapannya, begitu pula para pengikut dan orang-orang yang mengenyangkan perut mereka dengan cara itu. Sedangkan apabila dia mengajak kepada ajaran As Sunnah maka akan ditemuinya para pembela bid’ah dan hawa nafsu. Begitu pula jika dia memerangi kemaksiatan dan berbagai kemungkaran niscaya akan ditemuinya para pemuja syahwat, kefasikan dan dosa besar serta orang-orang yang turut bergabung dengan kelompok mereka.

          Mereka semua akan berusaha menghalang-halangi dakwahnya karena dia telah menghalangi mereka dari kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan yang selama ini mereka tekuni.” (Taisirul wushul, hal. 13-14)


5.2.        BERSABAR UNTUK TIDAK MELAKUKAN HAL-HAL YANG DIHARAMKAN ALLAH Subhanahu wa-ta'ala

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seorang lelaki berkata kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam :

"Berilah wasiat padaku." Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam . bersabda: "Jangan marah." Orang itu mengutanginya berkali-kali tetapi beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam tetap bersabda: "janganlah  marah." (HR. Bukhari)

Keterangan:

Yang perlu dijelaskan sehubungan dengan Hadis ini ialah:

(a)  Orang yang bertanya itu menurut riwayat ada yang mengatakan dia itu ialah Ibnu Umar t , ada yang mengatakan Haritsah t atau Abuddarda' t. Mungkin juga memang banyak yang bertanya demikian itu.

(b)  Kita dilarang marah ini apabila berhubungan dengan sesuatu yang hanya mengenai hak diri kita sendiri atau hawa nafsu. Tetapi kalau berhubungan dengan hak-hak Allah Subhanahu wa-ta'ala , maka wajib kita pertahankan sekeras-kerasnya, misalnya agama Allah dihina orang, al-Quran  diinjak-injak atau dikencingi, alim   ulama diolok-olok padahal tidak bersalah dan lain-lain sebagainya.

(c)  Yang bertanya itu mengulangi berkali-kali seolah-olah meminta wasiat yang lebih penting, namun beliau tidak menambah apa-apa. Hal ini kerana menahan marah itu sangat besar manfaat dan faedahnya. Cobalah kalau kita ingat-ingat, bahwa timbulnya semua kerusakan di dunia ini sebagian besar ialah karena manusia ini tidak dapat mengekang hawa nafsu dan syahwatnya, tidak suka menahan marah, sehingga menimbulkan darah mendidih dan akhirnya ingin menghantam dan membalas dendam.

          Dari Mu'az bin Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Barangsiapa yang menahan marahnya padahal ia kuasa untuk  meneruskannya - melaksanakannya - maka Allah Subhanahu wa-ta'ala mengundangnya di hadapan kepala - yakni disaksikan -sekalian makhluk pada hari kiamat, sehingga disuruhnya orang itu memilih bidadari-bidadari yang membelalak matanya dengan sesuka hatinya." (HR. Abu  Dawud  dan At Tirmidzi)

          Dari Abu Yahya yaitu Usaid bin Hudhair Radhiyallahu ‘anhu . bahwasanya ada seorang lelaki dari kaum Anshar berkata: "Ya Rasulullah, mengapakah tuan tidak menggunakan saya sebagai pegawai, sebagaimana tuan juga menggunakan  si Fulan dan Fulan itu?" Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam . lalu bersabda: "Sesungguhnya engkau semua akan menemui sesudahku nanti suatu cara mementingkan diri sendiri - sedang orang lain lebih berhak untuk memperolehnya, maka dari itu bersabarlah, sehingga engkau semua menemui aku di telaga - pada hari kiamat."  (HR. Muttafaq 'alaih)


5.3.       BERSABAR DALAM MENGHADAPI TAKDIR-TAKDIR

          Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, “Macam ketiga dari macam-macam kesabaran adalah Bersabar dalam menghadapi takdir dan keputusan Allah Subhanahu wa-ta'ala serta hukum-Nya yang terjadi pada hamba-hamba-Nya. Karena tidak ada satu gerakan pun di alam raya ini, begitu pula tidak ada suatu kejadian atau urusan melainkan Allah Subhanahu wa-ta'ala lah yang mentakdirkannya. Maka bersabar itu harus. Bersabar menghadapi berbagai musibah yang menimpa diri, baik yang terkait dengan nyawa, anak, harta dan lain sebagainya yang merupakan takdir yang berjalan menurut ketentuan Allah di alam semesta…” (Thariqul wushul, hal. 15-17)

         Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Apabila Allah Subhanahu wa-ta'ala menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya, maka Allah Subhanahu wa-ta'ala segerakan hukuman atas dosanya di dunia. Dan apabila Allah Subhanahu wa-ta'ala menghendaki keburukan pada hamba-Nya maka Allah Subhanahu wa-ta'ala tahan hukuman atas dosanya itu sampai dibayarkan di saat hari kiamat.” (HR. At Tirmidzi)

          Syaikhul Islam mengatakan, “Datangnya musibah-musibah itu adalah nikmat. Karena ia menjadi sebab dihapuskannya dosa-dosa. Ia juga menuntut kesabaran sehingga orang yang tertimpanya justru diberi pahala. Musibah itulah yang melahirkan sikap kembali taat dan merendahkan diri di hadapan Allah I serta memalingkan ketergantungan hatinya dari sesama makhluk, dan berbagai maslahat agung lainnya yang muncul karenanya. Musibah itu sendiri dijadikan oleh Allah Subhanahu wa-ta'ala sebagai sebab penghapus dosa dan kesalahan. Bahkan ini termasuk nikmat yang paling agung. Maka seluruh musibah pada hakikatnya merupakan rahmat dan nikmat bagi keseluruhan makhluk, kecuali apabila musibah itu menyebabkan orang yang tertimpa musibah menjadi terjerumus dalam kemaksiatan yang lebih besar daripada maksiat yang dilakukannya sebelum tertimpa. Apabila itu yang terjadi maka ia menjadi keburukan baginya, bila ditilik dari sudut pandang musibah yang menimpa agamanya.”

          Dari Abu Yahya, yaitu Shuhaib bin Sinan  Radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:  “Amat mengherankan sekali keadaan orang mu'min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada lagi seseorangpun melainkan hanya untuk orang mu'min itu belaka, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, iapun bersyukur-lah, maka hal itu adalah kebaikan baginya,sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran - yakni yang merupakan bencana - iapun bersabar dan hal inipun adalah merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
- See more at: http://tutorial89.blogspot.com/2014/08/cara-mudah-membuat-tombol-share-di.html#sthash.naEXoN8D.dpuf