Orang-orang
yang benar-benar cinta, tentu akan mencari waktu dan kesempatan untuk
dapat mengorbankan seluruh harta bahkan jiwa raganya, demi sang tambatan
hati. Dan begitulah yang dilakukan oleh para shohabat yang menjalin
cinta sejati dengan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Kisah pengorbanan mereka telah terukir dalam tinta emas sejarah
sepanjang masa dan zaman. Mereka begitu semangat mengorbankan segenap
apa yang mereka punya, karena mereka sadar bahwa mencintai beliau adalah bukti cinta mereka kepada Allah , sebagaimana firman-Nya: “Katakanlah:
“Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang“. (QS. Ali Imran: 31)
Lihatlah! Begitu menakjubkan kisah Thalhah bin Ubaidillah . Kisah teladan bagi umat Islam dalam ladang perjuangan dan pengorbanan. Marilah kita telaah riwayat yang disampaikan oleh Jabir bin Abdullah , ia berkata, “Di waktu perang Uhud, ketika umat Islam sudah lari meninggalkan medan pertempuran. Maka pasukan yang bertahan tinggal dua belas orang ditambah dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam termasuk di dalamnya Thalhah bin Ubaidillah. Pasukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ini pun kemudian diketahui juga oleh kaum Quraisy dan mereka pun diserang. Menghadapi masalah ini, maka beliau menoleh kepada mereka (kedua belas Shohabat beliau) seraya berkata, ‘Siapa yang akan menghadapi musuh?’ Tholhah menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah!’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya lagi, ‘Siapa lagi selain Tholhah?’ Salah seorang Anshar berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah!’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Ya kamu!’ Lalu orang itu maju ke medan laga dan ia pun gugur sebagai syahid. Kemudian beliau menoleh lagi, tiba-tiba kaum musyrik ini hendak melancarkan serangan. Maka Rasulullah bertanya, ‘Siapa yang akan menghadapi musuh?’ Tholhah menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah!’
Lihatlah! Begitu menakjubkan kisah Thalhah bin Ubaidillah . Kisah teladan bagi umat Islam dalam ladang perjuangan dan pengorbanan. Marilah kita telaah riwayat yang disampaikan oleh Jabir bin Abdullah , ia berkata, “Di waktu perang Uhud, ketika umat Islam sudah lari meninggalkan medan pertempuran. Maka pasukan yang bertahan tinggal dua belas orang ditambah dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam termasuk di dalamnya Thalhah bin Ubaidillah. Pasukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ini pun kemudian diketahui juga oleh kaum Quraisy dan mereka pun diserang. Menghadapi masalah ini, maka beliau menoleh kepada mereka (kedua belas Shohabat beliau) seraya berkata, ‘Siapa yang akan menghadapi musuh?’ Tholhah menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah!’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya lagi, ‘Siapa lagi selain Tholhah?’ Salah seorang Anshar berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah!’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Ya kamu!’ Lalu orang itu maju ke medan laga dan ia pun gugur sebagai syahid. Kemudian beliau menoleh lagi, tiba-tiba kaum musyrik ini hendak melancarkan serangan. Maka Rasulullah bertanya, ‘Siapa yang akan menghadapi musuh?’ Tholhah menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah!’
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, ‘Siapa lagi selain Tholhah?’ Seorang Anshar menyahut, ‘Saya, ya Rasulullah!’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata,
‘Ya kamu!’ Maka orang Anshar itu pun berjuang ke medan pertempuran
sehingga ia pun gugur sebagai syahid. Dan begitulah seterusnya, sampai
akhirnya yang tersisa dari dua belas orang pasukan Muslimin di samping
Rasul adalah Tholhah bin Ubaidillah . Maka kala itu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bertanya, Siapa yang akan menghadapi musuh?’ Thalhah menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah!’ Maka Tholhah pun
maju ke arena peperangan menggantikan kesebelas syuhada pasukan. Ketika
tangannya terkena pukulan dan hantaman musuh, serta jari-jarinya
tertebas pedang mereka, Tholhah hanya berkomentar, ‘Ini sekadar gigitan belaka…’ Maka Rasulullah bersabda, ‘Jika
kamu mengatakan bismillah, maka malaikat pun akan mengangkatmu dan
manusia akan menyaksikan. ‘Kemudian Allah pun mencerai beraikan pasukan
musyrikin itu.” (HR. an-Nasa’i)
Alangkah tingginya semangat juang Tholhah bin Ubaidillah bersama sebelas Shohabatnya. Mereka pertaruhkan nyawa mereka untuk melindungi kekasih tercinta, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam di dalam menegakkan agama Alloh. Inilah tanda cinta hakiki. Cinta yang nyata, bukan angan-angan dan pengakuan belaka.
Telah menjadi suatu ketetapan bahwa
orang yang menjalin cinta dengan kekasihnya, pasti akan patuh kepada
orang yang dicintainya itu. Ia akan berusaha melaksanakan apa yang
disukai oleh kekasihnya, dan berusaha sekuat tenaga berupaya menghindari
hal-hal yang dibencinya. Begitupun cinta kepada Nabi , akan memotivasi seseorang untuk komitmen terhadap perintah dan larangannya. Kisah kasih para Shahabat terhadap Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam telah terukir dalam berbagai kitab Sirah. Di antara sikap mereka terhadap kekasih setianya, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah;
1. Segera menuangkan khamer ke jalan-jalan.
Para Shahabat yang benar-benar menjalin cinta sejati kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
tidak hanya menghentikan apa yang menjadi hobi mereka, tetapi lebih
dari itu mereka pun bersedia dengan lapang dada dan ridha untuk
meninggalkan tradisi-tradisi yang membudaya di kalangan mereka.
Dari Anas bin Malik , dia
berkata: “Suatu ketika aku memberi minum khamer di rumah Abu Thalhah ,
dan khamer mereka waktu itu adalah yang paling rendah mutunya. Lalu
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan seseorang penyeru untuk memberitahukan kepada khalayak, ‘Keluarkanlah kendi itu dan tuangkanlah seluruh isinya!’ Maka kendi itu pun aku keluarkan dan isinya kutuangkan hingga habis di sepanjang jalan di Madinah.” (HR. al-Bukhori).
2. Segera menjauhi memakan daging himar (keledai).
Salah satu bukti kecintaan para Shahabat terhadap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
bahwasanya ketika mereka dilarang untuk menikmati hal-hal yang menjadi
kesukaan mereka, spontan mereka pun segera menjauhi dan menghindarinya.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik , bahwasanya suatu ketika telah datang Nabi seorang Shahabat, lalu ia berkata, “Nabi tidak
berkomentar sedikit pun. Lalu orang itu datang untuk kedua kalinya
kepada beliau dan ia pun berkata, “Daging himar telah dimakan.” Nabi pun diam, tidak menjawab. Pada kali ketiga, orang itu datang lagi dan berkata, “Himar telah habis (dimasak).” Maka Nabi menyuruh seorang munadi (juru penyeru) agar mengumumkan kepada segenap umat Islam, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah melarang kalian makan daging keledai.” Maka seketika itu pula periuk-periuk yang berisi masakan daging keledai yang sudah matang dituangkan ke tanah. (HR. al-Bukhari).
3. Segera melepas gelang.
Demikian pula yang terjadi pada para Shahabat wanita, saat mendengar peringatan dari Rasul perihal
pemakaian perhiasan gelang emas yang tidak dizakati. Maka mereka segera
pula menanggalkan perhiasannya. Abdullah bin Amr berkata, “Suatu ketika seorang wanita datang menemui Rasulullah bersama putrinya yang mengenakan sepasang gelang emas di tangannya. Maka Rasulullah bertanya, ‘Apakah kau mengeluarkan zakat atas perhiasan gelang emas itu?’ Wanita itu menjawab, ‘Tidak!’ Nabi pun
bersabda, ‘Apakah kamu mau jika kelak pada hari Kiamat kamu mendapatkan
gelang dari api lantaran sepasang gelang yang engkau pakai itu?’ Lalu
wanita tersebut melepas gelangnya dan menyerahkannya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, seraya berkata, ‘Sepasang gelang ini adalah milik Alloh dan Rasul-Nya’.” (HR. Abu Dawud).
4. Segera mengenakan jilbab untuk menutup aurat mereka.
Di saat Alloh dan Rasul-Nya
memerintahkan kepada para Shahabat wanita untuk mengenakan jilbab, yaitu
sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan
dada, mereka pun dengan segera menarik tirai-tirai rumah untuk menutup
aurat mereka, karena perintah Allah dalam firman-Nya: “Hai nabi,
Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka’. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Ahzab: 59)
Maka, setiap Muslim wajib mentaati Rasululloh , karena ketika ia mentaati Rasululloh pada hakekatnya ia sedang melakukan ketaatan kepada Alloh . Alloh berfirman: “Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah”. (QS. An-Nisaa’ [4]: 80)
Mentaati Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memiliki dua sisi penting:
Sisi pertama, taat dalam menjalankan semua perintahnya. Sisi kedua, menjauhi semua larangan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Dua sisi penting ini merupakan hal yang sangat perlu untuk diperhatikan
dan dijadikan kaidah dalam hidup kita yaitu tidaklah Rasululloh memerintahkan sesuatu kecuali perintah itu adalah sebuah kebaikan dan tidaklah Rasululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang sesuatu kecuali hal tersebut pasti mengandung keburukan.
Demikianlah, beberapa sikap kisah para
Shahabat, yang hendaknya menjadi pelajaran bagi kaum Muslimin dengan
mempertebal keimanan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sekaligus melaksanakan segala kandungan keimanan kepadanya dengan bersungguh-sungguh untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut;
1. Berkorban dengan harta dan jiwa untuk menyebarkan ajaran Rasulullah .
2. Ikhlas mentaati Rasulullah dengan melaksanakan seluruh perintah dan menjauhi seluruh larangan beliau. Allah berfirman: “Jika kalian taat kepadanya, niscaya kalian mendapat petunjuk.” (QS.an-Nuur: 54)
Semoga kita semua bisa menjadi pengikut Rasululloh
yang bisa mewujudkan keimanan kita pada beliau dalam bentuk amal
perbuatan nyata dengan melaksanakan apa yang beliau perintahkan termasuk
sunnah yang beliau anjurkan. (Buletin Jumat HASMI)
0 comments:
Post a Comment