Sejarah dan Kisah AMR BIN ‘ASH (Radiyallahu ‘anhu).
“Aku ini adalah busur anak panah dari sekian busur panah Islam. Sedangkan Anda (Kholifah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu) setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala,
adalah orang yang melepaskan busur-busur itu ataupun yang
mengumpulkannya. Maka lihatlah, mana yang lebih kuat, lebih menakutkan
dan yang lebih baik. Kemudian lepaskan busur itu ke satu arah, niscaya
ia akan datang.”
Itulah sepenggal kata-kata dari sahabat mulia, panglima agung yang cerdas cendekia, Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu.
Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu
lahir setengah abad sebelum hijrah. Ia merupakan salah seorang Arab
yang cerdik dan jenius. Lantang dan fasih berbicara. Memiliki daya pikir
yang luar biasa dan memiliki pandangan yang jauh. Dalam sepak
terjangnya, Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu meninggalkan kenangan yang mengagumkan dan menarik perhatian dunia selama kurun waktu yang sangat panjang.
Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu masuk Islam pada tahun ke-8 Hijriah. Ketika Amru Radhiyallahu ‘anhu datang ke Madinah bersama Kholid bin Walid dan Utsman bin Tholhah Radiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepada para sahabat, “Kota Mekkah telah mengirimkan jantungnya (tokoh andalan) kepada kalian.”
Telah tercatat dalam sejarah, bahwa Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu mengem-ban peran-peran penting yang di-tugaskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memang menaruh ke-percayaan yang tinggi kepada Amru Radhiyallahu ‘anhu untuk memikul tugas yang berat. Hal itu tidak lain, karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam telah melihat kecerdasan dan kemampuan Amru Radhiyallahu ‘anhu, serta kebera-nian dan sikap mulia yang dimiliki-nya. Maka sangat pantas, bila Amru Radhiyallahu ‘anhu mendapat amanah untuk memegang komando militer, ataupun menerima tugas diplomatik.
Dzatu Salasil
Tugas pertama yang diemban oleh Amru Radhiyallahu ‘anhu adalah memerangi kabilah Baliya dan ‘Adzroh di lembah Qudho’ah. Amru Radhiyallahu ‘anhu
memimpin 300 orang tentara, termasuk 30 anggota pasukan berkuda yang
terdiri dari para pemuka Anshor dan Muhajirin. Pasukan pun mulai
bergerak untuk menghadang pasukan Qudho’ah.
Dengan kecerdasannya, Amru Radhiyallahu ‘anhu
sang panglima menginstruksikan ke-pada seluruh pasukan agar
beristirahat di siang hari, kemudian melanjut-kan perjalanan di malam
hari. Hal tersebut dilakukan untuk membuat musuh terkejut dan tidak tahu
persis jumlah pasukan Muslimin.
Ketika pasukan sudah sampai di Dzatu Salasil, Amru Radhiyallahu ‘anhu
segera mengu-tus mata-mata untuk menyelidiki kekuatan militer musuh.
Ternyata pasukan musuh sangat besar, sehing-ga sangat sulit untuk bisa
melawan kekuatan mereka. Maka Amru Radhiyallahu ‘anhu mengirim utusan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam untuk meminta pasukan bantuan agar bisa menghadapi musuh dengan kekuatan yang memadai.
Menindaklanjuti permintaan ter-sebut, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengirimkan tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan Muhajirin. Bendera komando di-serahkan kepada Abu Ubaidah Ibnul Jarroh Radhiyallahu ‘anhu. Bahkan, Abu Bakar dan Umar Ibnul Khothob Radiyallahu ‘anhuma, turut serta dalam misi militer ini. Itu artinya, para tokoh Muhajirin ini berada di bawah komando Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu.
Ketika malam tiba, panglima Amru Radhiyallahu ‘anhu
menginstruksikan sebuah perintah yang janggal menurut pa-sukannya.
Instruksi itu adalah larangan untuk menyalakan api, meski cuaca malam
saat itu sangat dingin. Sebetul-nya, hal tersebut tidak lain me-rupakan
buah dari pemikirannya yang cemerlang, yaitu agar musuh tidak mengetahui
jumlah pasukan Muslimin yang sedikit.
Usai menunaikan sholat Shubuh, pasukan Muslimin telah siap untuk menjual dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan surga-Nya yang seluas langit dan bumi. Perang pun meletus…
Ksatria-ksatria Islam telah berhasil merobohkan pertahanan pasukan musuh
yang jumlahnya lebih banyak. Di tangan kaum Muslimin, banyak tentara
musuh yang jatuh bergelim-pangan. Dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, para tentara kaum Muslimin kembali dengan membawa kemenangan dan harta rampasan perang yang melimpah. Misi Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu sukses besar.
Tak lama berselang, setelah ke-suksesannya di Dzatu Salasil, Amru Radhiyallahu ‘anhu kembali mendapat tugas baru dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, yaitu menghancurkan berhala Suwa’. Dengan segera, misi Amru Radhiyallahu ‘anhu pun selesai. Amru Radhiyallahu ‘anhu kem-bali diberi tugas oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Tugasnya kali ini adalah pergi ke Oman untuk menyampaikan surat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, yang berisi seruan kepada raja Goifar bin Julanda agar memeluk Islam. Tugas kali inipun, dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, berhasil. Raja Oman, Goifar bin Julanda dan adik-nya, mau menerima dakwah Islam.
Perang Yarmuk
Roda waktu pun terus berputar, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam telah dipanggil oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendahului sahabat-sahabatnya. Kini ‘Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu menerima tugas dari kholifah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu. Setelah menjadi gubernur Oman, Amru Radhiyallahu ‘anhu
ditarik kembali ke medan jihad untuk membantu per-juangan melawan
bangsa Romawi. Meletuslah perang Yarmuk. Di bahwa komando Kholid bin
Walid Radhiyallahu ‘anhu, Amru Radhiyallahu ‘anhu berjuang sekuat tenaga, bahkan berperan besar dalam peperang-an hingga meraih kemenangan.
Perang Ajnadin dan Penaklukan Mesir
Perjuangan Amru Radhiyallahu ‘anhu tidak hanya sampai di Syam saja. Pada masa kekholifahan selanjutnya, yaitu Umar bin Khothob Radhiyallahu ‘anhu, Amru Radhiyallahu ‘anhu ditugas-kan untuk melawan kaum kafir di Ajnadin. Dengan kecerdasannya, Amru Radhiyallahu ‘anhu bisa memperdaya panglima Romawi yang cerdik, yaitu Arthobun.
Kemenangan gemilang pun diraih Amru Radhiyallahu ‘anhu. Setelah Ajnadin ditakluk-kan, Amru Radhiyallahu ‘anhu
melanjutkan misinya membebaskan sebagian besar wilayah Palestina.
Kemudian, datanglah pe-rintah baru dari Madinah, untuk menaklukkan
Mesir.
Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu
datang ke Mesir yang dikuasai Romawi pada tahun ke-19 H. Pasukan Romawi
akhirnya tunduk dan menyerah. Me-reka meminta perdamaian dan
me-nyetujui untuk membayar jizyah. Dengan demikian, bebaslah Mesir dari
cengkeraman kekuasaan Romawi, dan aman dalam naungan Islam.
Setelah mengarungi perjuangan hidup yang panjang, Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu wafat menemui sang Kholiq pada tahun ke-43 H. (Admin-HASMI).
.:: Wallahu Ta’ala ‘alam ::.
0 comments:
Post a Comment