Penulis:
Ummu Salamah Farosyah
Semoga
Allah Ta’ala senantiasa merahmatimu, saudariku… Malu, demikianlah nama sebuah
sifat yang sangat lekat ketika kita berbicara tentang wanita. Maka beruntunglah
engkau saudariku ketika Allah menciptakanmu dengan sifat malu yang ada pada
dirimu! Karena apa? Hal ini tidak lain karena malu adalah bagian dari iman.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seorang Anshar yang sedang menasehati saudaranya karena sangat pemalu, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkan dia karena rasa malu adalah bagian dari Iman.” (HR. Bukhari Muslim)
Hakikat
rasa malu itu adalah sebuah akhlak yang memotivasi diri untuk meninggalkan
hal-hal yang buruk dan membentengi diri dari kecerobohan dalam memberikan hak
kepada yang berhak menerimanya. Seorang muslimah akan menjauhkan dirinya dari
larangan Allah dan selalu menaati Allah disebabkan rasa malunya kepada Allah
yang telah memberikan kebaikan padanya yang tidak terhitung.
Perintah yang Dibawa oleh Setiap Nabi
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara yang
didapat manusia dari kalimat kenabian terdahulu ialah: Jika engkau tidak malu,
berbuatlah sekehendakmu.” (HR. Bukhari)
Yang
dimaksud dengan “kalimat kenabian terdahulu” ialah bahwa rasa malu merupakan
akhlaq yang terpuji dan dipandang baik, selalu diperintahkan oleh setiap nabi
dan tidak pernah dihapuskan dari syari’at para nabi sejak dahulu.
Dalam
hadits ini disebutkan, “Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.”
Kalimat ini mengandung 3 pengertian, yaitu:
- Berupa perintah: Jika perbuatan tersebut tidak mendatangkan rasa malu, maka lakukanlah. Karena perbuatan yang membuat rasa malu jika diketahui orang lain adalah perbuatan dosa.
- Berupa ancaman dan peringatan keras: Silahkan kamu melakukan apa yang kamu suka, karena azab sedang menanti orang yang tidak memiliki rasa malu. Berbuat sesuka hati, tidak peduli dengan orang lain.
- Berupa berita: Lakukan saja perbuatan buruk yang kamu tidak malu untuk melakukannya.
Malu? Siapa yang punya?
Sifat
malu ada dua macam, yaitu:
1.
Malu yang merupakan watak asli manusia
Sifat
malu jenis ini telah menjadi fitrah dan watak asli dari seseorang. Allah
menganugerahkan sifat malu seperti ini kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Memiliki sifat malu seperti ini adalah nikmat yang besar, karena sifat malu
tidak akan memunculkan kecuali perbuatan yang baik bagi hamba-hamba-Nya.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, dari Imran Ibn Hushain radhiyallahu’anhu:
“Rasa malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan.” (HR. Bukhari
Muslim)
2.
Malu yang diupayakan (dengan mempelajari syari’at)
Al-Qurthubi
berkata, “Malu yang diupayakan inilah yang oleh Allah jadikan bagian dari
keimanan. Malu jenis inilah yang dituntut, bukan malu karena watak atau tabiat.
Jika seorang hamba dicabut rasa malunya, baik malu karena tabiat atau yang
diupayakan, maka dia sudah tidak lagi memiliki pencegah yang dapat
menyelamatkannya dari perbuatan jelek dan maksiat, sehingga jadilah dia setan
yang terkutuk yang berjalan di muka bumi dalam wujud manusia.”
Hati-Hati terhadap Malu yang Tercela
Saudariku,
ketahuilah bahwa ada malu yang disebut malu tercela, yaitu malu yang menjadikan
pelakunya mengabaikan hak-hak Allah Ta’ala sehingga akhirnya dia beribadah
kepada Allah dengan kebodohan. Di antara malu yang tercela adalah malu bertanya
masalah agama, tidak menunaikan hak-hak secara sempurna, tidak memenuhi hak
yang menjadi tanggung jawabnya, termasuk hak kaum muslimin.
Nah,
saudariku, kini engkau tahu! Meskipun malu adalah tabiat dasar seorang wanita,
sifat ini tidak boleh menghalangimu untuk berbuat kebaikan. Berlomba-lombalah
dalam berbuat kebaikan sampai engkau menjadi wanita yang paling mulia di sisi
Allah! Wallahu a’lam.
Maraaji’:
- Syarah Hadits Arba’in Imam Nawawi
- Tarjamah Riyadhus Shalihin Jilid 2 Imam Nawawi, Takhrij: Syaikh M. Nashiruddin Al-Albani.
- Buletin Tuhfatun Nisa: Rufaidah.
0 comments:
Post a Comment