Muadz
bin Jabal seorang pemuda Anshar teladan, termasuk golongan Anshar yang pertama
masuk Islam dan turut serta dalam baiatul Aqabah dua. Kepandaian dan
kepahamannya dalam ilmu agama diakui oleh banyak sahabat, tak terkecuali sang
pemimpin Rasulullah SAW yang memberikan testimoni menyejarah :
“sepandai-pandainya umatku dalam masalah halal dan haram adalah Muadz bin
Jabal”, bahkan di riwayat yang lain disebutkan Muadz adalah pemimpin para
ulama di akhirat nanti.
Karena kefaqihannya inilah Muadz pun dipercaya menjadi duta
dakwah di Yaman. Sebuah amanah dan tugas berat menanti di sana, menyebarkan
Islam dengan benar sesuai ajaran Rasulullah SAW. Tak heran jika di awal
keberangkatan Muadz ke Yaman, serangkaian fit and proper test pun dijalankan
oleh Rasulullah SAW. Maka ketika Muadz sukses menjawab pertanyaan demi
pertanyaan dengan begitu cerdas dan elegan, wajah Rasulullah SAW pun
berseri-seri dan bertutur lugas : “Segala puji bagi Allah yang telah memberi
taufiq kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah . . . .”
Di Yaman selain berdakwah menyebarkan dan mengajarkan Islam,
Muadz bin Jabal juga berdagang sebagaimana para sahabat lainnya. Karena
kepandaian dan ketekunannya pulalah, maka ia berhasil meningkatkan omset
dagangnya dan berubah menjadi pribadi yang kaya raya, santun dan faqih. Ketika
Rasulullah SAW wafat, Mu’adz masih berada di Yaman. Di masa pemerintahan Abu
Bakar, Mu’adz kembali ke Madinah, dan di awal kedatangannya terjadi sebuah
kisah indah penuh ukhuwah antara Muadz, Abu Bakar dan Umar bin Khaththab.
Saat Muadz datang dari Yaman, Umar tahu bahwa Mu’adz telah
menjadi seorang yang kaya raya. Kekayaan pribadinya meningkat tajam dari
beberapa tahun sebelumnya. Seperti biasa, ketegasan dan kewaspadaan ala Umar
bin Khaththab berjalan, beliau sebagai penasehat khalifah segera mengusulkan
kepada Abu Bakar agar membagi dua kekayaan Muadz dan menyerahkannya kepada
negara, sebagai bentuk kehati-hatian sebagai pengelola negara. Abu Bakar tidak
segera menyetujui usulan dari Umar, namun tanpa menunggu persetujuan Abu Bakar,
secara pribadi Umar bersegera mendatangi Muadz untuk datang sebagai sahabat.
Mu’adz bin Jabal sebagaimana kita ketahui dalam testimoni
Rasulullah SAW, adalah orang yang paham tentang halal dan haram. Termasuk halal
dan haram dalam transaksi dan perdagangan. Ia tidak mengenal bertransaksi
dengan unsur maysir (spekulasi), ghoror (tipuan), gheis (curang) apalagi
ikhtikar (menimbun barang) dan riba. Kekayaan yang didapat pun tak lebih dari
buah ketekunan dan kecerdasan, yang mendapatkan taufiq dari ar-rozzaq Allah
SWT, jauh dari segala syubhat apalagi yang haram.
Maka ketika Umar datang ke rumahnya dan mengemukakan
usulannya untuk membagi dua harta tersebut, Muadz pun menolak dengan argumen
yang cerdas dan hujjah yang kuat. Diskusi hangat dua sahabat mulia itu
pun berakhir dan Umar berpamitan meninggalkannya. Sungguh ia tidak hasad dan
iri dengan kekayaan Muadz, tidak pula ia menuduh Muadz bermaksiat dengan
mencari jalan haram dalam menumpuk kekayaan, namun ia hanya takut karena saat
itu Islam sedang mengalami kejayaan dan kegemilangan, di luar sana banyak
tokoh-tokoh yang memanfaatkan hal tersebut dengan bergelimang harta tanpa
kejelasan sumber halalnya. Inilah yang ditakuti Umar, tidak lebih.
Namun uniknya, pagi-pagi sekali keesokan harinya Mu’adz bin
Jabal terlihat segera bertandang ke rumah Umar. Apa yang dilakukan Muadz
setelah apa yang terjadi pada hari sebelumnya? Sungguh pemandangan ukhuwah yang
indah tak tergambarkan. Sampai di sana, Muadz segera merangkul Umar dan
memeluknya kuat, bahkan air mata Muadz pun mengalir dan terisak menceritakan
mimpinya tadi malam yang begitu kuat mengingatkannya.
“Wahai
Umar, malam tadi saya bermimpi masuk kolam yang penuh dengan air, hingga saya
cemas akan tenggelam. Untunglah Anda datang, dan menyelamatkan saya . . . . !”
Nampaknya mimpi tersebut membuat Muadz ingin segera menuruti
usulan Umar bin Khaththab untuk membagi dua harta kekayaannya yang diperoleh
dari Yaman. Maka keduanya pun segera menghadap Abu Bakar, dan Mu’adz pun
mengutarakan niatnya, meminta kepada khalifah untuk mengambil seperdua
hartanya.
Namun
apa jawab khalifah Abu Bakar yang mulia? Khalifah yang timbangan imannya tak
tertandingi oleh penghuni bumi ini menolak dengan tegas, ia mengatakan : “Tidak
satupun yang akan saya ambil darimu”. Abu Bakar tahu dan yakin bahwa
Muadz memperoleh kekayaan dari jalan yang baik, maka ia tidak ingin mengambil
satu dirham pun dari harta sahabatnya tersebut, yang itu berarti kezhaliman dan
akan berbuah kehinaan di akhirat.
Muadz
belum puas dengan jawaban sang khalifah, ia pun menoleh dan meminta pendapat
Umar bin Khaththab, ia teringat dengan mimpinya semalam yang begitu
mendebarkan. Apa komentar Umar sebagai pihak yang mengawali usulan pembagian
harta tersebut, ia berujar singkat : “ Cukup .. sekarang harta itu telah halal
dan jadi harta yang baik”. Subhanallah, kegelisahan pun berakhir dengan
kehangatan ukhuwah dan kemuliaan iman.
Selalu
ada hikmah dalam setiap kejadian dan masalah, mari kita ambil inspirasi dan
semangat dari kisah di atas yang melibatkan tiga sahabat yang mulia :
Pertama : Sosok Muadz yang cerdas dan santun. Dengan
kesungguhannya ia bisa memperoleh kekayaan yang luar biasa di usia muda (
beliau meninggal usia 33 tahun di masa Umar), dari jalan yang halal dan jauh
dari syubhat. Meski demikian, beliau seorang yang lembut hatinya dan perasa,
sebuah mimpi di malam hari mampu membuatnya berubah dari sikap teguh
pendiriannya atas usulan Umar.
Kedua : Abu Bakar memberikan contoh pada kita tentang
kebijaksanaan dan kecermatan dalam berfikir. Tidak tergesa bersikap meski
terlihat penuh kemaslahatan. Beliau juga tegas menolak segala tawaran dan
kebijakan yang bernuansa kezhaliman.
Ketiga : Umar adalah teladan dalam sikap waro, kehati-hatian dan
mawas diri, sekaligus ketegasan yang luar biasa. Dialah sosok yang terlihat
angkuh di hadapan kekayaan sebagian sahabat. Para panglima perang yang
bertaburkan kemenangan dan pakaian nan indah pun dihinakan oleh Umar dengan
lemparan kerikil di wajah mereka. Dia adalah negarawan yang cerdas dan teliti
melihat kepiawaian para aparat di bawahnya.
Tidak
ada lagi kalimat yang tersisa kecuali mari segera berusaha mencontohnya.
Semoga bermanfaat dan salam optimis.
Semoga bermanfaat dan salam optimis.
Sumber: http://www.dakwatuna.com
0 comments:
Post a Comment