Seseorang yang ingin menggapai jalan Ilahi bagi jiwanya,
memungkinkan baginya bermujahadah untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan keji
dan setiap kemaksiatan. Kemudian dia mengira bahwa akhlaknya sudah tertata,
lalu merasa cukup dengan usaha tadi. Tentu tidak demikian adanya. Akhlak
terpuji merupakan kumpulan sifat-sifat orang-orang yang beriman, sebagaimana
yang digambarkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya yang artinya,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ
إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ
زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (٢)الَّذِينَ يُقِيمُونَ
الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (٣)أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ
حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (٤)
“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka
yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
pada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada
Rabblah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah
orang-orang yang beriman dengan sebenar benarnya. Mereka akan memperoleh
beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rizki (nikmat)
yang mulia” (QS. Al-Anfal: 2-4)
Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ
(١)الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢)وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ
مُعْرِضُونَ (٣)وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (٤)وَالَّذِينَ هُمْ
لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (٥)إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (٦)فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ
فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (٧)وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ
رَاعُونَ (٨)وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (٩)أُولَئِكَ هُمُ
الْوَارِثُونَ (١٠)الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (١١)
“Sesungguhnya beruntunglah
orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan
orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka
miliki, maka yang sesngguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa
mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya,
dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan
mewarisi, (yakni) surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya” (QS. Al-Mukminun:1-11)
Dan firman Allah Ta’ala
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ
يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا
سَلامًا
”Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb
Yang Maha Penyayang itu (adalah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan
rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan
kata yang baik “
(QS. Al-Furqan:63)
Sampai akhir ayat ini. Barangsiapa yang kesulitan mengukur
dirinya, maka hendaklah dia mengukurnya dengan ayat-ayat ini.
Eksistensi seluruh sifat ini merupakan tanda akhlak yang
baik, sedangkan ketiadaannya merupakan tanda akhlak yang buruk. Adapun
sebagiannya tanpa sebagian yang lain menunjukkan keberadaan sebagian
sifat-sifat itu tanpa yang lain. Maka sibukkanlah dirimu dengan menjaga
sifat-sifat tersebut. Sedangkan sifat-sifat yang belum ada, maka harus tetap
terus diusahakan.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam telah
menggambarkan orang-orang yang beriman dengan sifat-sifat yang banyak. Beliau
mengisyaratkan sifat-sifat ini terhadap akhlak yang baik.
Di dalam Shahih Al-Bukhari
dan Shahih Muslim, hadist dari Anas bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda “Demi yang diriku ada di Tangan-Nya, tidaklah seorang
hamba itu disebut beriman sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia
mencintai dirinya sendiri”
Dari kedua kitab shahih tersebut, dari hadist Abu Hurairah,
dari Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, bahwasanya beliau
bersabda : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka
hendaklah dia menghormati tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan
hari akhirat, hendaklah dia tidak menyakiti tetangganya, dan barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah mengatakan yang baik atau
hendaklah dia diam saja”
Dalam hadist lain: “Orang mukmin yang paling sempurna
imannya adalah yang paling baik akhlaknya diantara mereka” (HR. Ahmad, Abu
Daud, At-Trimidzi, dan Al-Hakim)
Diantara akhlak-akhlak yang baik lainnya adalah sabar
menghadapi gangguan. Di dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim
disebutkan bahwa seorang Arab Badui menarik mantel Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam hingga pinggiran mantel itu menimbulkan bekas di pundak
beliau, kemudian orang itu berkata: “Hai Muhammad, serahkanlah kepadaku dari
harta Allah yang ada padamu!” Beliau menengok ke arah orang itu sambil tersenyum,
lalu beliau memerintahkan agar permintaan orang tersebut dipenuhi” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Jika kaumnya menyiksa beliau, maka beliau berdo’a : “Ya
Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Jika Uwais al-Qarni dilempari batu oleh anak-anak kecil,
maka dia berkata : “Wahai saudara-saudaraku, jika memang tidak ada pilihan yang
lain, maka bolehlah kalian melempari aku, tetapi dengan batu yang lebih kecil,
agar betisku tidak berdarah sehingga menghalangiku untuk melaksanakan shalat”
Adalah Ibrahim bin Ardham keluar ke tengah lembah. Disana,
dia berjumpa dengan seorang prajurit perang. Kemudian dia bertanya :” Dimanakah
tempat yang baik?” Maka Ibrahim menunjuk ke arah kuburan. Tentara itu langsung
memukul Ibrahim karena geram. Namun, ketika ada seseorang yang memberi tahu
bahwa orang yang dipukulnya itu adalah Ibrahim bin Adham, maka tentara tersebut
memeluk tangan dan kaki Ibrahim, karena menyesali perbuatannya. Ibrahim
berkata: “Ketika kepalaku dipukul, aku memohon surga kepada Allah untuk orang
ini. Aku tahu bahwa aku diberi pahala karena pukulannya. Aku tidak ingin
mendapatkan kebaikan karena orang itu, sedangkan dia mendapatkan akibat yang
buruk dariku.”
Itulah ilustrasi jiwa-jiwa yang rendah hati karena latihan.
Akhlak mereka menjadi baik dan batinnya tidak terkecoh. Walhasil, lahirlah
keridhaan terhadap takdir. Barangsiapa yang tidak menemukan sifat-sifat ini
pada dirinya seperti yang mereka miliki, maka dia harus terus-menerus berlatih,
agar dia bisa mencapainya.
***
Diambil dari Buku Menggapai Kebahagiaan Hidup Dunia
dan Akhirat (Terjemahan Minhajul Qashidin) karya Ibnu
Qudamah al-Maqdisy dengan sedikit pengeditan dari redaksi.
Diambil dari: Artikel Muslimah.Or.Id
0 comments:
Post a Comment