Penulis: Ummu Rumman Siti Fatimah
Muraja’ah: ustadz Abu Salman
Muraja’ah: ustadz Abu Salman
Dari Atha bin Abi Rabah, ia berkata, Ibnu Abbas berkata padaku,
“Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?”
“Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?”
Aku menjawab, “Ya”
Ia berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan
(epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah
untukku agar Allah Menyembuhkannya.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.’
Wanita itu menjawab, ‘Aku pilih bersabar.’ Lalu ia melanjutkan perkataannya, ‘Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.’
Maka Nabi pun mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Betapa rindunya hati ini kepada surga-Nya yang begitu indah. Yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa besarnya harapan ini untuk menjadi salah satu penghuni surga-Nya. Dan subhanallah! Ada seorang wanita yang berhasil meraih kedudukan mulia tersebut. Bahkan ia dipersaksikan sebagai salah seorang penghuni surga di kala nafasnya masih dihembuskan. Sedangkan jantungnya masih berdetak. Kakinya pun masih menapak di permukaan bumi.
Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas kepada muridnya, Atha bin Abi Rabah,
“Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab,
“Ya”
Ibnu Abbas berkata, “Wanita hitam itulah….dst”
Ibnu Abbas berkata, “Wanita hitam itulah….dst”
Wahai saudariku, tidakkah engkau iri dengan kedudukan mulia yang
berhasil diraih wanita itu? Dan tidakkah engkau ingin tahu, apakah
gerangan amal yang mengantarkannya menjadi seorang wanita penghuni
surga?
Apakah karena ia adalah wanita yang cantik jelita dan berparas elok?
Ataukah karena ia wanita yang berkulit putih bak batu pualam?
Tidak. Bahkan Ibnu Abbas menyebutnya sebagai wanita yang berkulit hitam.
Wanita hitam itu, yang mungkin tidak ada harganya dalam pandangan
masyarakat. Akan tetapi ia memiliki kedudukan mulia menurut pandangan
Allah dan Rasul-nya. Inilah bukti bahwa kecantikan fisik bukanlah tolak
ukur kemuliaan seorang wanita. Kecuali kecantikan fisik yang digunakan
dalam koridor yang syar’i. Yaitu yang hanya diperlihatkan kepada
suaminya dan orang-orang yang halal baginya.
Kecantikan iman yang terpancar dari hatinyalah yang mengantarkan
seorang wanita ke kedudukan yang mulia.
Dengan ketaqwaannya,
keimanannya, keindahan akhlaqnya, amalan-amalan shalihnya, seorang
wanita yang buruk rupa di mata manusia pun akan menjelma menjadi
secantik bidadari surga.
Bagaimanakah dengan wanita zaman sekarang yang sibuk memakai kosmetik
ini-itu demi mendapatkan kulit yang putih tetapi enggan memutihkan
hatinya? Mereka begitu khawatir akan segala hal yang bisa merusak
kecantikkannya, tetapi tak khawatir bila iman dan hatinya yang bersih
ternoda oleh noda-noda hitam kemaksiatan – semoga Allah Memberi mereka
petunjuk -.
Kecantikan fisik bukanlah segalanya. Betapa banyak kecantikan fisik
yang justru mengantarkan pemiliknya pada kemudahan dalam bermaksiat.
Maka saudariku, seperti apapun rupamu, seperti apapun fisikmu, janganlah
engkau merasa rendah diri. Syukurilah sebagai nikmat Allah yang sangat
berharga. Cantikkanlah imanmu. Cantikkanlah hati dan akhlakmu.
Wahai saudariku, wanita hitam itu menderita penyakit ayan sehingga ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan meminta beliau agar berdoa kepada Allah untuk kesembuhannya.
Seorang muslim boleh berusaha demi kesembuhan dari penyakit yang
dideritanya. Asalkan cara yang dilakukannya tidak melanggar syariat.
Salah satunya adalah dengan doa. Baik doa yang dipanjatkan sendiri,
maupun meminta didoakan orang shalih yang masih hidup. Dan dalam hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki keistimewaan berupa doa-doanya yang dikabulkan oleh Allah.
Wanita itu berkata, “Aku menderita penyakit ayan dan auratku
tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah
Menyembuhkannya.”
Saudariku, penyakit ayan bukanlah penyakit yang ringan. Terlebih
penyakit itu diderita oleh seorang wanita. Betapa besar rasa malu yang
sering ditanggung para penderita penyakit ayan karena banyak anggota
masyarakat yang masih menganggap penyakit ini sebagai penyakit yang
menjijikkan.
Tapi, lihatlah perkataannya. Apakah engkau lihat satu kata saja yang
menunjukkan bahwa ia benci terhadap takdir yang menimpanya? Apakah ia
mengeluhkan betapa menderitanya ia? Betapa malunya ia karena menderita
penyakit ayan? Tidak, bukan itu yang ia keluhkan. Justru ia mengeluhkan
auratnya yang tersingkap saat penyakitnya kambuh.
Subhanallah. Ia adalah seorang wanita yang sangat khawatir bila
auratnya tersingkap. Ia tahu betul akan kewajiban seorang wanita menutup
auratnya dan ia berusaha melaksanakannya meski dalam keadaan sakit.
Inilah salah satu ciri wanita shalihah, calon penghuni surga. Yaitu
mempunyai sifat malu dan senantiasa berusaha menjaga kehormatannya
dengan menutup auratnya. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang di
saat sehat pun dengan rela hati membuka auratnya???
Saudariku, dalam hadits di atas terdapat pula dalil atas keutamaan
sabar. Dan kesabaran merupakan salah satu sebab seseorang masuk ke dalam
surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.” Wanita itu menjawab, “Aku pilih bersabar.”
Wanita itu lebih memilih bersabar walaupun harus menderita penyakit
ayan agar bisa menjadi penghuni surga. Salah satu ciri wanita shalihah
yang ditunjukkan oleh wanita itu lagi, bersabar menghadapi cobaan dengan
kesabaran yang baik.
Saudariku, terkadang seorang hamba tidak mampu mencapai kedudukan
kedudukan mulia di sisi Allah dengan seluruh amalan perbuatannya. Maka,
Allah akan terus memberikan cobaan kepada hamba tersebut dengan suatu
hal yang tidak disukainya. Kemudian Allah Memberi kesabaran kepadanya
untuk menghadapi cobaan tersebut. Sehingga, dengan kesabarannya dalam
menghadapi cobaan, sang hamba mencapai kedudukan mulia yang sebelumnya
ia tidak dapat mencapainya dengan amalannya.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika
datang suatu kedudukan mulia dari Allah untuk seorang hamba yang mana
ia belum mencapainya dengan amalannya, maka Allah akan memberinya
musibah pada tubuhnya atau hartanya atau anaknya, lalu Allah akan
menyabarkannya hingga mencapai kedudukan mulia yang datang kepadanya.” (HR. Imam Ahmad. Dan hadits ini terdapat dalam silsilah Al-Haadits Ash-shahihah 2599)
Maka, saat cobaan menimpa, berusahalah untuk bersabar. Kita berharap,
dengan kesabaran kita dalam menghadapi cobaan Allah akan Mengampuni
dosa-dosa kita dan mengangkat kita ke kedudukan mulia di sisi-Nya.
Lalu wanita itu melanjutkan perkataannya, “Tatkala penyakit ayan
menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah agar auratnya tidak tersingkap. Wanita itu tetap menderita ayan akan tetapi auratnya tidak tersingkap.
Wahai saudariku, seorang wanita yang ingatannya sedang dalam keadaan
tidak sadar, kemudian auratnya tak sengaja terbuka, maka tak ada dosa
baginya. Karena hal ini di luar kemampuannya. Akan tetapi, lihatlah
wanita tersebut. Bahkan di saat sakitnya, ia ingin auratnya tetap
tertutup. Di saat ia sedang tak sadar disebabkan penyakitnya, ia ingin
kehormatannya sebagai muslimah tetap terjaga. Bagaimana dengan wanita
zaman sekarang yang secara sadar justru membuka auratnya dan sama sekali
tak merasa malu bila ada lelaki yang melihatnya? Maka, masihkah tersisa
kehormatannya sebagai seorang muslimah?
Saudariku, semoga kita bisa belajar dan mengambil manfaat dari wanita penghuni surga tersebut. Wallahu Ta’ala a’lam.
Marji':
Syarah Riyadhush Shalihin (terj). Jilid 1. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Cetakan ke-3. Penerbit Darul Falah. 2007 M.
Syarah Riyadhush Shalihin (terj). Jilid 1. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Cetakan ke-3. Penerbit Darul Falah. 2007 M.
0 comments:
Post a Comment