Muncul di tengah-tengah kita cara membaca Al Quran dengan Langgam Jawa, apakah seperti itu dibolehkan?
Di dalam langgam Jawa tersebut terjadi pemaksaan cara baca. Begitu
pula irama yang ditiru adalah irama lagu-lagu yang biasa dinyanyikan
dalam lagu-lagu Jawa atau wayang.
Memang ada beberapa maqamat atau cara melagukan Al-Quran yang disebutkan oleh para Qurra yaitu bayati, rast, nahawanad, siika, shabaa, dan hijaz. (Lihat Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 169799)
Tentang hukum memakai maqamat tadi Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah
bin Baz rahimahullah menyatakan, “Tidak boleh bagi seorang mukmin
membaca Al-Qur’an dengan nada-nada para penyayi. Yang diperintahkan bagi
kita adalah membaca Al-Qur’an seperti yang dibaca oleh para ulama salaf
kita yang shalih yaitu para sahabat radhiyallahu ‘anhum dan
yang mengikuti mereka. Caranya adalah memperindah bacaan dengan tartil,
dengan meresapi dan khusyu’ sampai berpengaruh dalam hati yang
mendengarkan maupun yang membaca. Adapun membaca Al-Qur’an dengan cara
yang biasa dilakukan oleh para penyayi, seperti itu tidaklah
dibolehkan.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz
bin Baz, 9: 290. Dinukil dari Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 9330).
Intinya, boleh saja melagukan Al-Quran sebagaimana perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ
“Barangsiapa yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al
Qur’an, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Abu Daud no. 1469 dan
Ahmad 1: 175. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Kata Imam Nawawi bahwa Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah juga kebanyakan ulama memaknakan ‘yataghonna bil Qur’an’ adalah,
يُحَسِّن صَوْته بِهِ
“Memperindah suara ketika membaca Al Quran.”
Namun aturan dalam melagukan Al Qur’an harus memenuhi syarat berikut:
- Tidak keluar dari kaedah dan aturan tajwid.
- Huruf yang dibaca tetap harus jelas sesuai yang diperintahkan.
- Tidak boleh serupa dengan lagu-lagu yang biasa dinyanyikan. (Lihat Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, 1: 472)
Ada dua hal melagukan Al-Qur’an yang perlu diperhatikan:
1- Irama yang mengikuti tabiat asli manusia, tanpa memberat-beratkan
diri, belajar atau berlatih khusus. Melagukan bacaan Al-Qur’an seperti
ini dibolehkan.
2- Irama yang dibuat-buat, bukan dari tabiat asli, diperoleh dengan
memberat-beratkan diri, dibuat-buat dan dibutuhkan latiham sebagaimana
para penyanyi berlatih untuk mahir dalam mendendangkan lagu. Melagukan
semacam ini dibenci oleh para ulama salaf, mereka mencela dan
melarangnya. Para ulama salaf dahulu mengingkari cara membaca Al-Qur’an
dengan dibuat-buat seperti itu. (Zaadul Ma’ad karya Ibnul Qayyim, 1: 474)
Niat seseorang juga mesti diperhatikan. Karena tujuan membaca
Al-Qur’an adalah untuk raih pahala. Raih pahala ini tentu saja harus
didasari niatan ikhlas. Jangan tujuannya untuk menonjolkan kejawaan atau
keindonesiaan atau kebangsaan dalam berinteraksi dengan Al Qur’an.
Sikap seperti ini hanya menonjolkan ashabiyyah semata.
Wallahul musta’an. Semoga mencerahkan. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
—
Selesai disusun di Panggang, Gunungkidul, 29 Rajab 1436 HPenulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Diambil dari:
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/melagukan-al-quran-dengan-langgam-jawa-bolehkah.html
0 comments:
Post a Comment