Lisan merupakan bagian tubuh yang paling banyak digunakan dalam keseharian kita. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga lisan kita. Apakah banyak kebaikannya dengan menyampaikan yang haq ataupun …
Lisan merupakan bagian tubuh yang paling banyak digunakan
dalam keseharian kita. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga lisan
kita. Apakah banyak kebaikannya dengan menyampaikan yang haq ataupun malah
terjerumus ke dalam dosa dan maksiat.
Pada berbagai pertemuan, seringkali kita mendapati
pembicaraan berupa gunjingan (ghibah), mengadu domba (namimah)
atau maksiat lainnya. Padahal, Alloh Subhanahu wa Ta’ala melarang hal tersebut.
Alloh menggambarkan ghibah dengan suatu yang amat kotor dan menjijikkan.
Alloh berfirman yang artinya, “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing
sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kamu suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik dengannya.”
(Al-Hujurat: 12)
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan
makna ghibah (menggunjing) ini. Beliau bersabda, “Tahukah kalian
apakah ghibah itu?” Mereka menjawab, “Alloh dan Rosul-Nya yang lebih
mengetahui” Beliau bersabda, “Engkau mengabarkan tentang saudaramu
dengan sesuatu yang dibencinya.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang
aku katakan itu memang terdapat pada saudaraku?” Beliau menjawab, “Jika
apa yang kamu katakan terdapat pada saudaramu, maka engkau telah menggunjingnya
(melakukan ghibah) dan jika ia tidak terdapat padanya maka engkau telah
berdusta atasnya.” (HR. Muslim)
Jadi, ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat
pada diri seorang muslim, baik tentang agama, kekayaan, akhlak, atau bentuk
lahiriyahnya, sedang ia tidak suka jika hal itu disebutkan, dengan membeberkan
aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan
dengan maksud mengolok-ngolok. Banyak orang meremehkan masalah ghibah,
padahal dalam pandangan Alloh ia adalah sesuatu yang keji dan kotor. Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Riba itu ada tujuh puluh dua
pintu, yang paling ringan daripadanya sama dengan seorang laki-laki yang
menyetubuhi ibunya (sendiri), dan riba yang paling berat adalah pergunjingan
seorang laki-laki atas kehormatan saudaranya.” (As-Silsilah As-Shahihah,
1871)
Wajib bagi orang yang hadir dalam majelis yang sedang
menggunjing orang lain, untuk mencegah kemunkaran dan membela saudaranya yang
dipergunjingkan. Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan
hal itu, sebagaimana dalam sabdanya, “Barangsiapa membela (ghibah atas)
kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Alloh akan menghindarkan api
Neraka dari wajahnya.” (HR. Ahmad)
Demikian pula halnya dalam mengadu domba (namimah).
Mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di
antara keduanya adalah salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan,
serta menyulut api kebencian dan permusuhan antar manusia. Alloh mencela pelaku
perbuatan tersebut dalam firmanNya, “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang
yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kesana kemari
menghambur fitnah.” (Al-Qalam: 10-11). Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga al-qattat (tukang adu domba).”
(HR. Bukhari). Ibnu Atsir menjelaskan, “Al-Qattat adalah orang yang
menguping (mencuri dengar pembicaraan), tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia
membawa pembicaraan tersebut kepada orang lain dengan tujuan mengadu domba.”
(An-Nihayah 4/11)
Oleh karena itu ada beberapa hal penting perlu kita perhatikan
dalam menjaga lisan. Pertama, hendaknya pembicaraan kita selalu diarahkan ke
dalam kebaikan. Alloh Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, “Tidak ada kebaikan
pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang
menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia.” (An-Nisa: 114)
Kedua, tidak membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagi
diri kita maupun orang lain yang akan mendengarkan. Rosululloh shollallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Termasuk kebaikan Islam seseorang adalah
meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Ketiga, tidak membicarakan semua yang kita dengar. Abu
Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu berkata, Rosululloh shollallohu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu
apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar.” (HR. Muslim)
Keempat, menghindari perdebatan dan saling membantah,
sekali-pun kita berada di pihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta
sekalipun bercanda. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku
adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari
pertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di
tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun
bercanda.” (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Al-Albani)
Kelima, Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.
Aisyah rodhiallohu ‘anha berkata, “Sesungguhnya Nabi shollallohu
‘alaihi wa sallam apabila membicarakan suatu hal, dan ada orang yang mau
menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya” (HR. Bukhari-Muslim). Semoga
Alloh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjaga diri kita, sehingga diri kita
senantiasa berada dalam kebaikan. Wallohu’alam.
***
Penulis:
Abu Ibrahim R. Indra Pratomo P.
Diambil dari: https://muslim.or.id/131-bahaya-lisan.html
Diambil dari: https://muslim.or.id/131-bahaya-lisan.html
0 comments:
Post a Comment