Sebagian wanita salah dalam
menyikapi puasa sunnah nan mulia yakni puasa Syawal. Mereka lebih semangat menyelesaikan
puasa Syawal daripada menunaikan utang puasa mereka. Padahal puasa qadha’
adalah dzimmah (kewajiban) sedangkan puasa Syawal hanyalah
amalan sunnah. Bagaimana sikap yang benar dalam menyikapi masalah ini?
Perlu diketahui bahwa tidak boleh
mendahulukan puasa Syawal sebelum meng-qadha’ puasa atau membayar utang
puasa. Seharusnya yang dilakukan adalah puasa qadha’ dahulu lalu puasa
Syawal. Karena jika kita mendahulukan puasa Syawal dari qadha’ sama saja
dengan mendahulukan yang sunnah dari yang wajib. Ini tidaklah tepat.
Lebih-lebih lagi yang melakukannya tidak mendapatkan keutamaan puasa 6 hari di
bulan Syawal sebagaimana disebutkan dalam hadits,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ
كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa
Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti
setahun penuh” (HR. Muslim no. 1164).
Untuk mendapatkan keutamaan puasa
setahun penuh, puasa Ramadhan haruslah dirampungkan secara sempurna, baru
diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal.
Selain itu, qadha’ puasa
berkaitan dengan dzimmah (kewajiban), sedangkan puasa Syawal
tidaklah demikian. Dan seseorang tidak mengetahui kapankah ia masih hidup dan
akan mati. Oleh karena itu, wajib mendahulukan yang wajib dari yang sunnah.
Sebagaimana dalam hadits qudsi juga disebutkan bahwa amalan wajib itu lebih
utama dari yang sunnah,
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ
مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ
“Tidaklah hambaku mendekatkan
diri pada-Ku dengan amalan wajib hingga aku mencintainya” (HR. Bukhari no.
6502)
Sa’id bin Al Musayyib berkata
mengenai puasa sepuluh hari (di bulan Dzulhijjah),
لاَ يَصْلُحُ حَتَّى يَبْدَأَ بِرَمَضَانَ
“Tidaklah layak melakukkannya
sampai memulainya terlebih dahulu dengan mengqodho’ puasa Ramadhan.”
(Diriwayatkan oleh Bukhari)
Adapun riwayat dari ‘Aisyah –radhiyallahu
‘anha– yang menyebutkan,
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا
أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ
“Aku dahulu masih punya utang puasa dan aku tidak mampu melunasinya selain pada bulan Sya’ban”(HR. Bukhari no. 1950).
Aisyah menunda qadha’
puasanya ini karena kesibukan beliau dalam mengurus Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagaimana dikatakan oleh Yahya dalam Shahih
Bukhari.
Semoga Allah senantiasa memberi
taufik.
—
(*) Keterangan di atas kami sarikan
dari kitab “Ahkam Maa Ba’da Ash Shiyam”, hal. 168 karya Syaikh Muhammad
bin Rasyid Al Ghafiliy.
—
Penulis:
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Artikel Muslim.Or.Id
0 comments:
Post a Comment