عَنِ
الْمِقْدَامِ رَضِي اللَّهم عَنْه عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: ((مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ
عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ
مِنْ عَمَلِ يَدِهِ)) رواه البخاري.
Dari al-Miqdam Radhiallahu
‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari hasil usaha
tangannya (sendiri), dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil
usaha tangannya (sendiri)”.
Hadits yang
agung ini menunjukkan keutamaan bekerja mencari nafkah yang halal dan berusaha
memenuhi kebutuhan diri dan keluarga dengan
usaha sendiri. Bahkan ini termasuk sifat-sifat yang dimiliki oleh para Nabi ‘alaihimussalam dan
orang-orang yang shaleh. Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Nabi Zakariya ‘alaihissalam adalah seorang
tukang kayu”.
Dalam biografi
imam besar Ahlus sunnah dari generasi Tabi’ut tabi’in, imam
Abdullah bin Al-Mubarak engkau mengekspor barang-barang dagangan dari negeri
Khurasan ke Tanah Haram/Mekkah (untuk dijual), bagaimana ini?”. Maka
Abdullah bin Al-Mubarak menjawab: “Sesungguhnya aku melakukan (semua) itu hanya
untuk menjaga mukaku (dari kehinaan meminta-minta), memuliakan kehormatanku
(agar tidak menjadi beban bagi orang lain), dan menggunakannya untuk membantuku
dalam ketaatan kepada Allah”. Lalu Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata: “Wahai
Abdullah bin Al-Mubarak, alangkah mulianya tujuanmu itu jika semuanya
benar-benar terbukti.
Beberapa faidah
penting dari hadits di atas:
- Termasuk sifat mulia yang dimiliki oleh para Nabi ‘alaihimussalam dan orang-orang yang shaleh adalah mencari nafkah yang halal dengan usaha mereka sendiri, dan ini tidak melalaikan mereka dari amal shaleh lainnya, seperti berdakwah di jalan Allah Ta’ala dan memuntut ilmu agama.
- Usaha yang halal dalam mencari rezki tidak bertentangan dengan sifat zuhud, selama usaha tersebut tidak melalaikan manusia dari mengingat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman memuji hamba-hamba-Nya yang shalih:
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ
عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ
يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
“laki-laki
yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari
mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut
pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi
goncang” (QS an-Nuur:37).
- Imam Ibnu Katsir berkata: “Mereka adalah orang-orang yang tidak disibukkan/dilalaikan oleh harta benda dan perhiasan dunia, serta kesenangan berjual-beli (berbisnis) dan meraih keuntungan (besar) dari mengingat (beribadah) kepada Rabb mereka (Allah Ta’ala) Yang Maha Menciptakan dan Melimpahkan rezki kepada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang mengetahui (meyakini) bahwa (balasan kebaikan) di sisi Allah Ta’ala adalah lebih baik dan lebih utama daripada harta benda yang ada di tangan mereka, karena apa yang ada di tangan mereka akan habis/musnah sedangkan balasan di sisi Allah adalah kekal abadi”.
- Bekerja dengan usaha yang halal, meskipun dipandang hina oleh manusia, lebih baik dan mulia daripada meminta-minta dan menjadi beban bagi orang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh jika salah seorang dari kalian mengambil tali, lalu pergi ke gunung (untuk mencari kayu bakar), kemudian dia pulang dengan memikul seikat kayu bakar di punggungnya lalu dijual, sehingga dengan itu Allah menjaga wajahnya (kehormatannya), maka ini lebih baik dari pada dia meminta-minta kepada manusia, diberi atau ditolak”.
- Mulianya sifat ‘iffah (selalu menjaga kehormatan diri dengan tidak meminta-minta) serta tercelanya sifat meminta-minta dan menjadi beban bagi orang lain. Inilah sifat mulia yang ada pada para shahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ
اللَّهِ لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الأرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ
مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا
“(Berinfaklah)
kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan
Allah. Mereka tidak dapat (berusaha) di bumi. Orang yang tidak tahu (keadaan
mereka) menyangka mereka orang kaya karena mereka memelihara diri dari
minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak
meminta kepada orang secara mendesak” (QS al-Baqarah: 273).
- Keutamaan berdagang (berniaga) yang halal, dan inilah pekerjaan yang disukai dan dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat radhiallahu’anhum, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang shahih. Adapun hadits “Sembilan persepuluh (90 %) rezki adalah dari perniagaan”, maka ini adalah hadits yang lemah, sebagaimana yang dijelaskan oleh syaikh al-Albani.
Sumber : muslim.or.id
0 comments:
Post a Comment