Pendahuluan
“Dengan
menyebut nama Alloh yang maha pengasih lagi maha penyayang”
Segala
puji hanya bagi Alloh,kami memuji-Nya,memohon pertolongan dan ampunan
kepada-nya, kami berlindung kepada Alloh dari kejahatan diri-diri kami dan
kejelekan amal perbuatan kami. Barang siapa yang Alloh beri petunjuk maka tidak
ada yang dapat menyesatkannya,dan barang siapa yang Alloh sesatkan,maka tidak
ada yang dapat memberinya petunjuk.”kami bersaksi tidak ada ilah yang berhak
diibadahi dengan benar kecuali Alloh semata,tidak ada sekutu baginya,dan aku
bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallohu alaihi’wasallam adalah hamba dan
rasulnya.”
“ Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Alloh sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.”(Qs.Ali-Imron:102)
Makalah ini kami beri judul “Pendidikan
islam Di Jaman Abbasyiah “, membahas tentang Peran dari Khilafah
Abbasyiah,dan Kemajuan-kemajuan yang pernah dibangun pada Dinasti Abbasyiah
dalam bidang pendidikan .
Karena
sangat luasnya pembahasan dari Dinasti
Abbasyiah baik dimasa kemajuan dan kemundurannya,maka kami hanya akan
menitik beratkan hanya pada Masa kemajuannya saja terutama dalam segi
pendidikannya.Mudah-mudahan apa yang kami upayakan dalam pembuatan makalah ini
mendapat ridha dari Alloh SWT.Semoga shalawat serta salam tercurah atas Rasulullah
SAW,keluarga,dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka
hingga hari kiamat.
Bogor,3 November 2012
BAB.I
Daftar isi:
A. Pendahuluan……………………………………………………………………………01
B.Rumusan
masalah……………………………………………………………………….02
- Sejarah Singkat Bani Abbasyiah
- Lembaga-Lembaga Pendidikan Di Masa Dinasti Abbasyiah
- Kehidupan Guru Di Jaman Abbasyiah
- Kurikulum Pendidikan Islam
- Perkembangan Ilmu Keislaman
- Perkembangan Ilmu non keislaman dan para pakar Ilmuwan Muslim
BAB II.Pembahasan
A. Sejarah Singkat Bani Abbasyiah.................................................................................. 03
B. Lembaga-Lembaga Pendidikan Di Masa Dinasti Abbasyiah ………………………. 05
C. Kehidupan Guru Di masa Dinasti
Abbasyiah………………………………………… 09
D. Kurikulum Pendidikan Islam……………………………………………………........ 12
E.Perkembangan Ilmu Keislaman……………………………………………………….. 13
F. Perkembangan Ilmu non keislaman dan para pakar ilmuwan
muslim………………... 14
BAB III.Penutup
A.Kesimpulan……………………………………………………………………………. 18
B.kritik,saran,dan Daftar pustaka………………………………………………………... 19
BAB. II
A.
Sejarah singkat Bani Abbasyiah
Kekuasaan dinasti bani Abbas atau Khilafah
Abbasiyah merupakan dinasti yang melanjutkan kekuasaan dinasti bani Umayyah.Sejak lahirnya agama islam, lahirlah pendidikan dan
pengajaran islam, pendidikan dan pengajaran islam itu terus tumbuh dan
berkembang pada masa khulafaurasyidin dan masa bani Umayyah.
Pada permulaan masa Abbasiyah pendidikan dan pengajaran berkembang dengan
sangat hebatnya di seluruh negara islam. Sehingga lahir sekolah-sekolah yang
tidak terhitung banyaknya, tersebar di kota sampai ke desa-desa. Anak-anak dan
pemuda berlomba-lomba untuk menuntut ilmu pengetahuan,pergi kepusat-pusat
pendidikan,meninggalkan kampung halamannya karena cinta akan ilmu pengetahuan.
Kerajaan islam di Timur yang berpusat di Baghdad dan Cordova telah
menunjukan dalam segala cabang ilmu pengetahuan sehingga kalau kita buka lembaran
sejarah dunia pada masa keemasan, yang bermula dengan berdirinya kerajaan
Abbasiyah di Bagdad, pada tahun 750 M
dan berakhir dengan kerajaan Abbasiyah pada tahun 1258 Masehi.
1 .Pengaruh Agama dalam Pemerintahan Abbasyiah
Agama (Hukum Islam) adalah yang mengatur banyak hal yang kemudian diikuti
oleh khalifah.Hal pertama adalah keadilan,kemudian diikuti oleh peradilan.Hukum
disana adalah untuk agama dan Madzhab yang menjadi wakil Agama.Kemudian,hal
kedua yang diurus oleh agama adalah pajak,ulama Bani Abbasyiah telah menulis
banyak buku tentang pajak yang diambil dari dasar-dasar agama.
Orang pertama yang menulis tentang pajak adalah mentri kemudian hakim
mereka,Abu Yusuf,juga ikut menulis hal tersebut.Kemudian hal ketiga yang disandarkan
kepada dasar-dasar agama adalah permasalahan Hisbah. Hisbah adalah rambu agama
untuk menegakkan keadilan,menjaga Agama,dan menerapkan syariat di dalam jual
beli serta kehidupan manusia,baik perdagangan,perindustrian,dan perburuhan.Dalam
hal Hisbah Bani Abbasyiah mengikuti sirah orang-orang sebelum mereka serta
pendapat-pendapat yang ada didalam hadits,kitab-kitab dan atsar.[1]
2. Pendidikan Islam dan Segala Aspeknya
Kekuasaan dinasti bani abbas, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti
bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa
dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw, dinasti
didirikan oleh Abdullah Alsaffah Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Al-
Abbas.[2]
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti islam yang sempat membawa kejayaan umat
islam pada masanya. Zaman keemasan islam dicapai
pada masa dinasti-dinasti ini berkuasa. Pada masa
ini pula umat islam banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan.
Akibatnya pada masa ini banyak para ilmuan dan cendikiawan bermunculan sehingga
membuat ilmu pengetahuan menjadi maju pesat.
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun
Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M), tidak diragukan lagi
Zaman Ar-Rasyid adalah Zaman yang paling gemilang. Ia merupakan Zaman paling
sempurna dan paling indah dalam sejarah Arab-Islam dan sejarah dunia.
Orang-orang Barat melihat Zaman ini sebagai Zaman yang paling indah dalam
sejarah Arab-Islam.[3]
Kekayaan yang dimanfaatkan Harun Ar-rasyid
untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi
didirikan, pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter.
Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang
paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial,
kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan
berada pada zaman keemasannya.Pada masa inilah Negara islam menempatkan dirinya
sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi. Al- Ma’mun pengganti Al- Rasyid,
dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa
pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakan, untuk menerjemahkan
buku-buku Yunani, ia mengkaji penerjemah-penerjemah dari golongan kristen dan
penganut golongan lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu
karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait Al- Hikmah, pusat
penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang
besar dan menjadi perpustakaan umum dan diberi nama ”Darul Ilmi” yang berisi
buku-buku yang tidak terdapat di perpustakaan lainnya. Pada masa Al-Ma’mun
inilah Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan, ke kota
inilah para pencari datang berduyun-duyun, dan pada masa ini pula kota Bagdad
dapat memancarkan sinar kebudayaan dan peradaban islam keberbagai penjuru
dunia.
Diantara bangunan-bangunan
atau sarana untuk pendidikan pada masa Abbasiyah yaitu:
a) Madrasah yang terkenal ketika itu adalah madrasah
Annidzamiyah, yang didirikan oleh seorang perdana menteri bernama Nidzamul
Muluk (456-486 M). Bangunan madrasah tersebut tersebar luas di kota Bagdad,
Balkan, Muro, Tabaristan, Naisabur dan lain-lain.
b) Kuttab, yakni tempat belajar bagi para siswa sekolah
dasar dan menengah.
c) Majlis Munadharah, tempat pertemuan para pujangga,
ilmuan, para ulama, cendikiawan dan para filosof dalam menyeminarkan dan
mengkaji ilmu yang mereka geluti.
d) Darul Hikmah, gedung perpustakaan pusat.[4]
B. Lembaga-lembaga
Pendidikan.
a. Lembaga-lembaga Pendidikan Sebelum Madrasah
Adapun lembaga-lembaga pendidikan islam yang sebelum kebangkitan madrasah
pada masa klasik, adalah:
1. Suffah
Pada masa Rasulullah SAW,
suffah adalah suatu tempat yang dipakai untuk aktivitas pendidikan biasanya
tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka yang tergolong
miskin disini para siswa diajari membaca dan menghafal Al-Qur’an secara benar
dan hukum islam dibawah bimbingan langsung dari Nabi, dalam perkembangan berikutnya,
sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar menghitung, kedokteran,
astronomi, geneologi dan ilmu filsafat.
2. Kuttab atau Maktab.
Kuttab atau maktab berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang
artinya menulis. Sedangkan kuttab atau maktab berarti tempat untuk menulis atau
tempat dimana dilangsungkan kegiatan tulis menulis.
Dengan adanya perubahan kurikulum tersebut dapat dikatakan bahwa kuttab
pada awal perkembangan merupakan lembaga pendidikan yang tertutup dan setelah
adanya persentuhan dengan peradaban helenisme menjadi lembaga pendidikan yang
terbuka terhadap pengetahuan umum, termasuk filsafat.
3. Halaqah.
Halaqah artinya lingkaran. Artinya proses belajar mengajar disini
dilaksanakan dimana murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk
dilantai menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas
karya pemikiran orang lain. Kegiatan di halaqah ini tidak khusus untuk
megajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum,
termasuk filsafat.
4. Majlis.
Istilah majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama islam,
mulanya ia merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanakan belajar mengajar. Pada
perkembangan berikutnya disaat dunia pendidikan islam mengalami zaman keemasan,
majlis berarti sesi dimana aktivitas pengajaran atau berlangsung.
Seiring dengan
perkembangan pengetahuan dalam islam, majlis digunakan sebagai kegiatan
transfer ilmu pengetahuan sebagai majlis banyak ragamnya, menurut Muniruddin
Ahmad ada 7 (tujuh) macam majlis, sebagai berikut:
a. Majlis al-hadits
b. Majlis al-tadris
c. Majlis al-manazharah
d. Majlis muzakarah
e. Majlis al-syu’ara
f. Majlis al-adab
g. Majlis al-fatwa dan al-nazar
5. Masjid
Semenjak berdirinya di zaman Nabi SAW, masjid telah menjadi pusat kegiatan
dan informasi berbagai masalah kaum muslimin, baik yang menyangkut pendidikan
maupun sosial ekonomi. Namun, yang lebih penting adalah sebagai lembaga
pendidikan.Perkembangan masjid sangat signifikan dengan perkembangan yang
terjadi di masyarakat, terlebih lagi pada saat masyarakat islam mengalami
kemajuan. Urgensi masyarakat terhadap masjid menjadi semakin kompleks, hal ini
menyebabkan karakteristik masjid berkembang menjadi dua bentuk yaitu mesjid
sebagai tempat sholat jum’at atau jami dan masjis biasa.
Kurikulum pendidikan dimasjid biasanya merupakan tumpuan pemerintah untuk
memperoleh pejabat-penjabat pemerintah, seperti, qodhi, khotib dan imam masjid.
6. Khan.
Khan biasanya difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang dalam jumlah
besar atau sebagai sarana komersial yang memiliki banyak toko, seperti, khan al
narsi yang berlokasi di alun-alun karkh di bagdad..
7. Rumah – Ulama.
Rumah sebenarnya
bukan tempat yang nyaman untuk kegiatan belajar mengajar, namun para ulama
dizaman klasik banyak yang mempergunakan rumahnya secara ikhlas untuk kegiatan
belajar mengajar dan pengembangan ilmu pengetahuan.
8. Toko-toko buku dan perpustakaan.
Harun al-Rasyid adalah Khalifah yang banyak memanfaatkan kekayaan negara
untuk keperluan sosial seperti :Mendirikan Rumah,toko-toko buku dan
perpustakaan.
Toko-toko buku
memiliki peranan penting dalam kegiatan keilmuan islam, pada awalnya memang
hanya manjual buku-buku, tetapi berikutnya menjadi sarana untuk berdiskusi dan
berdebat, bahkan pertemuan rutin sering dirancang dan dilaksanakan disitu.
Disamping toko buku,
perpustakan juga memilki peranan penting dalam kegiatan transfer keilmuan
islam.
10. Rumah sakit( dijadikan sebagai
lembaga pendidikan)
Rumah sakit pada
zaman klasik bukan saja berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati
orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan
perawatan dan pengobatan. Pada masa itu, percabaan dalam bidang kedokteran dan
obat-obatan dilaksanakan sehingga ilmu kedoteran dan obat-obatan cukup pesat.
Rumah sakit juga
merupakan tempat praktikum sekolah kedoteran yang didirikan diluar rumah sakit,
rumah sakit juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan .
11. Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal badui)
Badiah merupakan sumber bahasa arab yang asli dan murni, dan mereka tetap
mempertahankan keaslian dan kemurnian bahasa arab. Oleh karena itu
badiah-badiah menjadi pusat untuk pelajaran bahasa arab yang asli dan murni.
Sehingga banyak anak-anak khulifah, ulama-ulama dan para ahli ilmu pengetahuan
pergi kebadiah-badiah dalam rangka mempelajari bahasa dan kesusastraan arab.
Dengan begitu badiah-badiah telah berfungsi sebagai lembaga pendidikan.
b. Madrasah
1. Sejarah dan motivasi pendirian madrasah
Beberapa paradigma
dapat digunakan dalam memandang sejarah dan motivasi pendirian madrasah. Paling
tidak ada 3 teori tentang timbulnya madrasah:
a.
Madrasah selalu dikaitkan dengan nama nidzam al-mulk (W. 485 H/1092 M),
salah seorang wajir dinasti saljuk sejak 456 H/1068 M sampai dengan wafatnya,
dengan usahanya membangun madrasah nizhamiyah diberbagai kota utama daerah
kekuasaan saljuk begitu dominannya peran nidzam al-mulk adalah orang pertama
yang membangun madrasah.
- Menurut al-makrizi, ia berasumsi bahwa madrasah pertama adalah madrasah nizhamiyah yang didirikan tahun 457 H.
- Madrasah sudah eksis semenjak awal islam seperti bait al-hikmah yang didirikan Al-Makmun di Bagdad abad ke-3 H.
Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah merupakan
pengembangan dari sistem pengajaran dan pendidikan yang pada awalnya
berlangsung di mesjid-mesjid.
Disisi lain, syalabi mengemukakan bahwa perkembangan dari masjid ke
madrasah terjadi secara tidak langsung, menurutnya madrasah sebagai konsekuensi
logis dari semakin ramainya pengajian di masjid yang fungsi utamanya adalah
ibadah. Agar tidak kegiatan ibadah, dibuatlah tempat khusus untuk belajar yang
dikenal madrasah.
Dengan berdirinya madrasah, maka pendidikan islam memasuki periode baru.
Yaitu pendidikan menjadi fungsi bagi negara dan madrasah-madrasah dilembagakan
untuk tujuan pendidikan sektarian dan indoktrinasi politik.
Meskipun Madrasah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran didunia islam
baru timbul sekitar abad ke-14 H, ini bukan berarti bahwa sejak awal
perkembangannya islam tidak mempunyai lembaga pendidikan dan pengajaran. Pada
awal telah berdiri madrasah yang menjadi cikal bakal munculnya madrasah
nizamiyah, madrasah tersebut berada diwilayah Persia, tepatnya di daerah
Nisyapur, misalnya madrasah al-baihaqiyah, madrasah sa’idiyah dan madrasah yang
terdapat di Khusan.
2. Madrasah Nizhamiyah.
Madrasah nizhamiyah merupakan pertotipe awal bagi lembaga pendidikan
tinggi, ia juga dianggap sebagai tonggak baru dalam penyelenggaraan pendidikan
islam, dan merupakan karakteristik tradisi pendidikan islam sebagai suatu
lembaga pendidikan resmi dengan sistem asrama. Pemerintah atau penguasa ikut
terlibat didalam menentukan tujuan, kurikulum, tenaga pengajar, pendanaan,
sarana fisik dan lain-lain.
Kendati madrasah nizhamiyah mampu melestarikan tradisi keilmuan dan
menyebarkan ajaran islam dalam persi tertentu. Tetapi keterkaitan dengan
standarisasi dan pelestarian ajaran kurang mampu menunjang pengembangan ilmu
dan penelitian yang inovatif.
3. Madrasah di Mekah dan Madinah.
Informasi tentang madrasah mendapat dukungan banyak dari berbagai
leteratur. Namun sayang para sejarawan tidak cukup tertarik berbicara madrasan
di Mekah dan Madinah. Hal ini mengakibatkan pelacakan informasi tentang
permasalahan tersebut kurang lengkap.
Lebih lanjut secara kuantitatif madrasah di Mekah lebih banyak dibandingkan
di Madinah. Diantara madrasah Abu Hanifah, Maliki, madrasah ursufiyah, madrasah
muzhafariah, sedangkan madrasah megah yang dijumpai di Mekah adalah madrasah
qoi’it bey, didirikan oleh Sultan Mamluk di Mesir.[5]
C. Kehidupan guru
a. Guru dalam pendidikan muslim.
Tinggi rendahnya penghormatan terhadap guru pada awal abad-abad pendidikan
muslim tergantung atas dua faktor, yaitu:
1.
Tempat dimana dia mengajar, di Persia: penghormatan kepada guru merupakan
suatu tradisi lama dalam pendidikan zoroastrian, tradisi ini dilanjutkan
kedalam periode islam
2.
Tingkatan dimana ia belajar. Biasanya, penghormatan kepada guru semakin
tinggi terhadap guru sekolah menengah dan pendidikan tinggi. Guru-guru sekolah
dasar kurang dihargai karena pengetahuannya yang amat sederhana dan karena
tingkat pendidikan tampaknya sudah menjadi daya tarik.
b. Tipe-tipe guru.
Ada enam tipe guru yaitu muallim, mu’addib, mudarris, syaikh, ustad, imam,
belum lagi termasukguru pribadi dan para muaiyyid atau asisten (guru-guru junior).
Muallim biasanya julukan bagi guru sekolah dasar, mu’addib, arti harfiyahnya
orang yang beradab atau guru adab, adalah julukan untuk guru-guru sekolah dasar
dan menengah, mudarris adalah satu julukan profesional untuk seorang murid atau
pembantu. Ia sama dengan asisten profesor dan membantu mahasiswa menjelaskan
hal-hal yang sulit mengenai kuliah yang diberikan profesornya, syaikh atau guru
besar adalah julukan khusus yang menggambarkan keunggulan akademis atau
teologis, imam adalah guru agama tertinggi.
c. Pakaian guru
Selama pemerintahan abbasiyah para guru mengikuti gaya Persia, mengenakan
tutup kepala Persia, celana lebar, rok, rompi, dan jaket. Semuanya ditutup
dengan jubah atau aba mantel luar dan taylasan diatas surban.[6]
d. Organisasi guru
Keberadaan guru mempunyai pengaruh yang penting dalam suatu pemerintahan,
bahkan kekuasaannya mempunyai andil yang besar dalam kekuasaan kholifah, karena
guru terhimpun dalam suatu organisasi yang mempunyai power yang dapat
mengendalikan kepentingan kholifah, khususnya dalam hal pengangkatan dan
pemberian izin untuk menjadi pengajar di masjid.
Ada beberapa pola yang diterapkan antara guru dan murid pada pendidikan
Islam Klasik yaitu:
a. Pola sikap guru terhadap siswa
dalam interaksi edukatif pada pendidikan islam klasik.
Bentuk pola sikap
guru pada pendidikan islam klasik berdasarkan pada nilai-nilai hubungan yang
ada pada pola bentuk sikap Rasulullah dan Sahabat dalam mendakwahkan islam,
yaitu pola keikhlasan, pola kekeluargaan, pola kesederajatan dan pola uswatun
hasanah.
1. Pola keikhlasan
Pola keikhlasan mengandung makna bahwa interaksi yang berlangsung bertujuan
agar siswa dapat menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan tanpa mengharap
ganjaran materi dari interaksi tersebut, dan menganggap interaksi itu
berlangsung sesuai dengan panggilan jiwa dan untuk mengabdikan diri kepada
Allah SWT.
2. Pola kekeluargaan
Pada masa ini guru memposisikan dirinya dan siswa seperti orang tua dan
anak, artinya mereka mempunyai tanggung jawab yang penuh dalam pendidikan
tersebut, dan mencurahkan kasih sayang seperti menyayangi anak sendiri.
Pada pola ini guru
senantiasa bersikap:
·
Lemah lembut dalam proses belajar mengajar.
·
Bijaksana dalam memberikan pujian atau hadiah dan hukuman pada anak.
·
Guru tidak bersikap pilih kasih.
3. Pola kesederajatan
Guru dalam interaksinya senantiasa memunculkan sikap tawadhu terhadap
siswanya, pola interaksi seperti ini membuat guru menghargai potensi yang
dimiliki anak. Dengan demikian pola yang dimunculkan bernuansa demokratis, guru
memberikan kesempatan pada siswa untuk menyampaikan sesuatu yang belum
dimengerti.
4. Pola al uswah al hasanah
Pada pendidikan islam klasik, interaksi yang terjadi antara guru dan siswa
tidak hanya terjadi pada proses belajar mengajar, tetapi berlangsung juga di
tengah masyarakat, dimana guru menjadi agen moral sekaligus model dari moral
yang diajarkan.
b. Pola sikap siswa terhadap guru dalam interaksi edukatif
1. Pola ketaatan
Ketaatan seorang siswa terhadap gurunya membawa barokah dalam proses
pencarian ilmu. Untuk itu, maka siswa dalam interaksi dengan guru merupakan
upaya mencari ridhonya (kerelaan hatinya).
Gambaran ketaatan siswa dalam interaksinya dengan guru dibagi 2 (dua),
yaitu:
a) Ketaatan terhadap guru secara langsung, yaitu jangan berjalan didepan guru,
jika bertamu kerumah guru hendaknya tidak mengetuk pintu, tetapi cukup menunggu
diluar, dan lain-lain.
b) Ketaatan terhadap keluarga guru, menghormati guru dan semua orang yang
mempunyai ikatan keluarga dengan guru.
2. Pola kasih sayang
Menurut ibn Miskawaih, kewajiban antara siswa terhadap guru berada diantara
cinta terhadap Allah dan cinta kepada orang tua, karena menurut Ibnu Miskawaih,
guru merupakan penyebab eksistensi hakiki kita dan penyebab kita memperoleh
kebahagiaan sempurna.
3. Pola komunikasi guru dan siswa dalam proses belajar mengejar pada
pendidikan islam klasik
Pendidikan islam pada masa ini sudah mengenal beberapa bentuk komunikasi
dalam proses belajar mengajar, yaitu:
a) Pola satu arah
Pada pola komunikasi terjadi hanya satu arah, seorang guru bertindak
sebagai instruktur dan senantiasa mendorong siswa untuk lebih menghapal.
b) Pola banyak arah
Pola ini komunikasi terjadi tidak hanya antara guru dan siswa, tetapi siswa
dan guru, siswa dan siswa. Ini berlangsung dalam diskusi dan perdebatan
masalah-masalah ilmiah.
D. Kurikulum
pendidikan islam
1. Kurikulum Pendidikan Islam sebelum berdirinya madrasah.
- Kurikulum pendidikan rendah
Sebelum berdirinya madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan islam,
tetapi hanya satu tingkat yang bermula dikuttab dan berakhir didiskusi halaqah.
Tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh umat islam, dilembaga
kuttab biasanya diajarkan membaca dan menulis disamping al-qur’an, kadang
diajarkan bahasa nahwu dan arudh.
Sedangkan kurikulum yang ditawarkan oleh Ibnu Sina untuk tingkat ini adalah mengajari al-qur’an, karena
anak-anak dari segi fisik dan mental telah siap menerima pendiktean. Namun
demikian, ada perbedaan antara kuttab-kuttab yang diperuntukan bagi masyarakat
umum yang ada di istana. Di istana orang tua (para pembesar istana) adalah yang
membuat rencana pelajaran tersebut sesuai dengan anaknya dan tujuan yang
dikehendaki. Rencana pelajaran untuk pendidikan istana ialah pidato, sejarah,
peperangan-peperangan, cara bergaul dengan masyarakat disamping pengetahuan
pokok, seperti al-qur’an, syair dan bahasa.
Kurikulum pada tingkat ini bervariasi tergantung pada tingkat kebutuhan
masyarakat, karena sebuah kurikulum dibuat tidak akan pernah lepas dari faktor
sosiologis, politis, ekonomis masyarakat yang melingkupinya.
- Kurikulum pendidikan tinggi.
Kurikulum pendidikan tinggi, bervariasi tergantung pada syaikh yang mau
mengajar para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran
tertentu, demikian juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti
kurikulum tertentu.
Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada dua jurusan, jurusan
ilmu-ilmu agama dan jurusan ilmu pengetahuan.
Al-Khuwarazmi (Yusuf al-kutub, tahun 976) meringkas kurikulum agama sebagai
berikut: Ilmu Fiqih, ilmu nahwu, ilmu kalam, ilmu kitabah (sekretaris), ilmu
arudh, dan lain-lain.
Ikhwan Al-Ahafa mengklasifikasikan ilmu-ilmu umum kepada:
1) Disiplin-disiplin umum: tulis baca, arti baca gramatika, ilmu hitung,
satra, ilmu tentang tanda dan isyarat, kimia, dagang, dan sebagainya.
2) Ilmu-ilmu filosofis: matematika, logika, ilmu angka-angka, geometri,
astronomi, aritmatika dan hukum-hukum geometri, dan sebagainya.
2. Kurikulum setelah berdirinya madrasah.
Pada zaman keemasan islam, aktivitas-aktivitas kebudayaan pendidikan islam tidak
mengizinkan teologi dan dugma membatasi ilmu pengetahuan mereka, mereka
meyelidiki setip cabang ilmu pengetahuan manusia, baik psikologi, sejarah,
historiografi, hukum, sosiologi, kesusastraan, etika, filsafat, teologi,
kedokteran, matematika, logika, seni, arsitektur.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan tingkat kebutuhan, mendirikan
madrasah dianggap krusial. Pendirian lembaga pendidikan tinggi islam ini
terjadi di bawah patronase wazir Nizam Al-Mulk (1064 M). Biasanya sebuah
madrasah dibangun untuk seorang ahli fiqih yang termasyhur dalam suatu mazhab
yang empat. Umpamanya Nuruddin Mahmud bin Zanki telah mendirikan di Damaskus
dan Halab beberapa madrasah untuk mazhab Hanafi dan Syafi’i dan telah dibangun
juga sebuah madrasah untuk mazhab ini di kota Mesir.
Berdirinya madrasah, pada satu sisi, merupakan sumbangan islam bagi
peradaban sesudahnya, tapi pada sisi lain membawa dampak yang buruk bagi dunia
pendidikan setelah hegomoni negara terlalu kuat terhadap madrasah ini.
Akibatnya kurikulum madrasah ini dibatasi hanya pada wilayah hukum (fiqih) dan
teologi. ”pemakruhan” penggunaan nalar setelah runtuhnya Mu’tazilah, ilmu-ilmu
profan yang sangat dicurigai dihapus dari kurikulum madrasah, mereka yang punya
minat besar terhadap ilmu-ilmu ini terpaksa belajar sendiri-sendiri. Karenanya
ilmu-ilmu profan banyak berkembang di lembaga nonformal.
E. Perkembangan Ilmu
Keislaman
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju, terutama melalui gerakan
terjemahan, bukan saja membawa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan umum. Tetapi
juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua
metode penafsiran, pertama, tafsir bi al-ma’tsur yaitu, interpretasi
tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi SAW dan para sahabatnya.
Kedua, tafsir bi al-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu
kepada pendapat dan pikiran dari pada hadis dan pendapat sahabat. Kedua metode
ini memang berkembang pada masa pemerintahan Abbasiyah, akan tetapi jelas
sekali bahwa tafsir dengan metode bi al ra’yi (tafsir rasional), sangat
dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan, hal yang
sama juga terlihat dalam ilmu fiqh, dan terutama dalam ilmu teologi
perkembangan logika dikalangan umat islam sangat mempengaruhi perkembangan dua
bidang ilmu tersebut.
Imam-imam mazhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah
pertama. Imam Abu Hanifah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya di
pengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kuffah, kota yang berada
ditengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai
tingkat kemajuan yang lebih tinggi, karena itu mazhab ini lebih banyak
menggunakan pemikiran rasional dari pada hadis. Muridnya dan sekaligus
pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qodhi Al-Qudhal dizaman Harun Al-Rasyid.
Berbeda dengan Abu Hanifah, imam Malik (713-795 M) banyak menggunakan hadis
dan tradisi masyarakat madmah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum ditengahi oleh
imam Syafi’i (767-820 M) dan imam Ahmad ibn Hambal (780-855 M).
Disamping empat pendiri mazhab besar tersebut, pada masa pemerintahan bani
Abbas banyak mujtahid mutlak lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas
dan mendirikan mazhabnya pula, akan tetapi karena pengikutnya tidak berkembang
pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.
Aliran teologi sudah ada sejak masa bani Umayah, seperti khawarij,
murji’ah, dan mu’tazilah, akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas.
Teologi rasional mu’tazilah muncul diujung pemerintahan bani Umayah. Namun
pemikirannya yang sudah kompleks dan sempurna baru dirumuskanpada masa
pemerintahan bani Abbas periode pertama. Selain itu dalam bidang sastra,
penulisan hadis juga berkembang pesat pada masa bani Abbas. Hal itu mungkin
terutama disebabkan oleh tersedianya pasilitas dan transportasi, sehingga
memudahkan para pencari dan penulis hadis bekerja, dan hadis merupakan sumber
hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Dan pada zaman bani Abbasiyah juga ilmu tasawuf dan ilmu bahasa mengalami
kemajuan, ilmu tasawuf adalah ilmu syari’at. Inti ajarannya adalah tekun
beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan meninggalkan
kesenangan perhiasan dunia dan bersembunyi diri beribadah.dalam ilmu bahasa ini
didalamnya mencakup ilmu nahwu, shorof, ma’any, bayan, badi’, arudl, dan
lain-lain. Ilmu bahasa pada daulah bani Abbasiyah berkembang dengan pesat,
karena bahasa arab semakin berkembang memerlukan ilmu bahsa yang menyeluruh.[7]
F. Perkembangan
Ilmu-ilmu Non Keislaman dan para pakar
ilmuwan muslim
a. Kedokteran
Seiring dengan ilmu-ilmu lain, ilmu kedokteran juga
sempat mencapai masa keemasannya, daulah Abbasiyah telah melahirkan banyak
dokter ternama. Sekolah-sekolah tinggi kedokteran banyak didirikan diberbagai tempat,
begitulah rumah-rumah sakit besar yang berfungsiselain sebagai perawatan para
pasien,juga sebagai ajang peraktek para dokter dan calon dokter. Diantaranya
sekolah tinggi kedokteran yang terkenal:
1.
Sekolah tinggi kedokteran di Yunde Shafur (Iran)
2.
Sekolah tinggi kedokteran di Harran (Syria)
3.
Sekolah tinggi kedokteran di Bagdad.
Adapun para dokter yang populer pada masa itu antara lain:
- Abu Zakaria Yuhana bin Miskawaih, seorang ahli formasi di rumah sakit Yunde Shafur.
- Sabur bin sahal, direktur rumah sakit Yunde Shafur.
- Hunain bin Ishak (194-264 H/ 810-878 M) seoranng ahli penyakit mata ternama.
- Abu Zakaria Ar-Razy kepala rumah sakit di Bagdad dan seorang dokter ahli penyakit campak dan cacar, dan dia juga orang pertam yang menyusun buku mengenai kedokteran anak.
- Ibnu Sina (370-428 H/ 980-1037 M). Ia seorang ilmuan yang multi dimensi, yakni selain mengasai ilmu kedokteran, juga ilmu-ilmu lai, seperti filsafat dan sosiologi. Ibnu Sina berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia diantara karyanya adalah Al- Qur’an fi al rhibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.
b. Filsafat
Melalui proses penerjemahan buku-buku filsafat yang berbahasa Yunani para
ulama muslim banyak mendalami dan mengkaji filsafat serta mengadakan perubahan
serta perbaikan sesuai dengan ajaran islam. Sebab itulah lahirlah filsafat
islam yang akhirnya menjadi bintangnya dunia filsafat diantara para ahli
filsafat yang terkenal pada waktu itu adalah:
- Abu Ishak Al-Kindi (1994-260 H/809-873 M). ia adalah satu-satunya filosof berkebangsaan asli arab, yakni dari suku kindah, karya-karyanya tidak kurang dari 236 buah buku.
- Abu Nasr Al-Faraby (390 H/961 M), Al Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles dan karyanya tak kurang dari 12 buah buku.
- Al-Ghazali (450-505 H/1058-1101 M), beliau dijuluki sebagai hujjatul islam, karyanya tidak kurang dari 70 buah diantaranya:
a. Al Munqidz Minadlalal
b. Tahafutul Falasifah
c. Mizanul Amal
d. Ihyaulumuddin
|
e. Mahkun Nazar
f. Miyazul Ilmi, dan
g. Maqashidul Falasifah
|
- Ibnu Rusyd di barat lebih dikenal dengan nama Averoes, banyak berpengaruh di barat dalam bidang filsafat, sehingga disana terdapat aliran yang disebut averroisme.[8]
c. Ilmu Astronomi
Ilmu astronomi atau perbintangan berkembang dengan baik, bahkan sampai
mencapai puncaknya, kaum muslimin pada masa bani Abbasiyah mempunyai modal yang
terbesar dalam mengembanngkan ilmu perhitungan. Mereka menggodok dan
mempersatukan aliran-aliran ilmu bintang yang berasal atau dianut oleh Yunani,
Persia, India, Kaldan. Dan ilmu falak arab jahiliyah.
Ilmu bintang memegang peranan penting dalam menentukan garis politik para
khalifah dan amir.
Diantara para ahli ilmu astronomi pada masa ini adalah:
- Al-battani atau Albatagnius, seorang ahli astronomi yang terkenal dimasanya.
- Al-Fazzari, seorang pencipta atrolobe, yakni alat pengukur tinggi dan jarak bintang.
- Abul Wafak, seorang menemukan jalan ketiga dari bulan, jalan kesatu dan kedua telah ditemukan oleh ilmuan yang berkebangsaan Yunani.
- Rahyan Al Bairuny, seorang astronomi.
- Abu Mansyur Al Falaky, seorang ahli ilmu falaq.
Untuk mendukung perkembangan ilmu ini, para khalifah
telah banyak membangun observatorium diberbagai kota, disamping observatorium
milik pribadi ilmuan.
d. Ilmu Matematika
Bidang ilmu matematika juga mengalami kemajuan pesat,
diantara para tokohnya yaitu:
- Umar Al Farukhan, seorang insinyur dan arsitek kota Bagdad.
- Al-Khawarizmi, seorang pakar matematika muslim yang mengarang buku Al-Gebra (Al-jabar). Dan dia juga yang menemukan angka nol.
e. Ilmu Farmasi dan Kimia
Pakar ilmu farmasi dan kimia pada masa dinasti Abbasiyah
sebenarnya sangat banyak, tetapi yang paling terkenal adalah ibnu Baithar. Ia adalah seorang ilmuan
farmasi yang produktif menulis, karyanya adalah Almughni (memuat tentang
obat-obatan) dan lain-lain.
Kemajuan dalam bidang keilmuan tersebut dikarenakan oleh:
1.
Keterbukaan budaya umat Islam untuk menerima unsur-unsur budaya dan peradaban
dari luar, sebagai konsekuensi logis dari perluasan wilayah yang mereka
lakukan.
2.
Adanya penghargaan, apresiasi terhadap kegiatan dan prestasi-prestasi keilmuan.
3.
Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih
dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
4. Gerakan penterjemahan guna menciptakan tradisi keilmuan yang kondusif.
Gerakan terjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, masa khalifah
al-Manshur hingga Harun al-Rasyid. Banyak menterjemahkan karya-karya bidang astronomi
dan manthiq. Fase kedua, masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku
yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase
ketiga, setelah tahun 300 H terutama setelah adanya pembuatan kertas.
Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
BAB
III
A. KESIMPULAN
1. Pada masa Abbasiyah bidang pendidikan mengalami masa
keemasan. Popularitasnya mencapai puncaknya pada masa khalifah al-Rasyid dan
putranya, khalifah al-Makmun.Kemajuan tersebut ditentukan oleh dua hal:
a. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa
lain yang telah dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan.
b. Gerakan penterjemahan guna menciptakan tradisi
keilmuan yang kondusif.
Disamping itu juga didukung oleh tradisi intelektual
yakni tradisi membaca, menulis, berdiskusi, keterbukaan/ kebebasan berfikir,
penelitian, serta pengabdian mereka akan keilmuan yang mereka kuasai.
2. Kemajuan bidang Iptek yang telah dicapai meliputi:
a. Ilmu Kedokteran
b. Filsafat
c..Astronomi
e. Ilmu Matematika
f. Ilmu Farmasi dan kimia
3. Para ilmuwan yang lahir dari peradaban abbasiyah
adalah para ilmuwan yang sangat dikenal di berbagai pelosok dunia. Buku-buku
karya mereka juga menjadi acuan utama bagi para ilmuwan lainnya, baik di Barat
maupun di Timur.[9]
B. Kritik dan saran
Demikianlah
makalah yang kami buat ini,semoga pembahasan dalam makalah ini dapat menjadi motivasi dan pembelajaran bagi kita
semua khusunya dalam ilmu sejarah peradaban islam,kami sadari masih banyak
kekurangan dan kesalahan dalam isi makalah ini,kami mohon koreksinya kembali
akan kekurangan dari makalah yang kami buat ini.
C. DAFTAR
PUSTAKA
1. Nata Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:
PT. Raja Grafika Persada, 2004
2. Tafsir Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif
Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000
3. As’ad Mahrus, Sejarah Kebudayaan
Islam, Bandung: Amico, 1994
4.
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
5. Al-isy Yusuf,Dinasti Abbasyiah,Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar,2007
6. Effendi
Miftah blog.spot.com,Pendidikan Islam Di Zaman Abbasyiah,April
2010
7. Al-Qur’an
In- word
[1]
Yusuf Al-Isy,Dinasti Abbasyiah,(Jakarta:Pustaka
Al-kautsar,2007),hal-36
[2]
Badri Yatim,Sejarah,Peradaban Islam, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1993),hal-49
[3]
Yusuf Al-Isy,Dinasti Abbasyiah,(Jakarta:Pustaka
Al-kautsar,2007),hal-51
[4]
Mahrus As’ad, Sejarah Kebudayaan Islam,
(Bandung: CV Amirco, 1994), hal- 25-26
[5]
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam,
(Jakarta: PT. Raja Grafika Persada, 2004), hal-.32-42
[6]
Abuddin Nata,Op cit), hal-. 152
[7]
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
dalam Persepektif islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya 2000), h- 60
[8] Mahrus As’ad,Op cit, hal-26-27
[9]
Miftah Effendi,Pendidikan Islam Pada
Zaman Abbasyiah,http//Miftah Effendi.blog.spot.com. diunduh 14 okt 2012
0 comments:
Post a Comment