AHMADIYAH
Oleh: Rahendra Maya, S.Th.I
K
|
asus sekte
sesat Ahmadiyah kembali mencuat, bahkan sempat menimbulkan kehebohan, khususnya
setelah terjadinya peristiwa Cikeusik, Pandeglang Banten. Dalam ajaran Islam
yang telah memiliki doktrin keyakinan yang mapan (taken for granted),
dan tidak boleh dilanggar jelas diyakini bahwa “Ahmadiyah adalah ajaran SESAT
dan MENYESATKAN, bahkan KAFIR”. Karena bila berkaitan
dengan Islam, maka tidak ada lagi alasan “berlindung di balik HAM”, “atas nama
kebebasan beragama dan berkeyakinan”, atau klaim palsu lainnya yang melegalkan
tindakan “mengobrak-abrik dan mengobok-obok agama”.
Dalam Islam,
sangat kentara sekali perbedaan antara yang benar (haqq) – yaitu ajaran
Islam yang benar lagi murni – dan yang batil – antara lain keyakinan sesat dan
ritual tidak benar sekte Ahmadiyah –. Kejelasan keyakinan dan ketegasan sikap ini,
bukan berarti kita melegalkan anarkisme dan tindakan brutal. Namun bil hal
tersebut sampai terjadi, kemungkinan karena adanya sebagian masyarakat yang telah
membuncah kekesalannya dan tidak mampu menahan gejolak amarahnya. Sebab ajaran
sesat ini sudah dilarang secara resmi oleh pemerintah, tetapi didiamkan saja tetap
beraktifitas, bahkan hingga memperbanyak pengikut dan berlaku seenaknya dalam
“mempertontonkan” kesesatannya.
Ahmadiyah Mengkafirkan Kaum Muslimin
Ahmadiyah
mengklaim, bahwa kaum Muslimin yang tidak mengikuti ajaran sesat mereka adalah
musuh. Ahmadiyah meyakini bahwa seorang Muslim yang tidak percaya kepada klaim
Ghulam Ahmad sebagai nabi dan rosul, maka ia itu adalah kafir karena dalam “wahyu
setan” Tadzkirah hal. 402 tertulis “Musuh akan berkata, kamu bukanlah
orang yang diutus (oleh Alloh)” (sayaquulu al-‘aduwwu lasta mursalan).
Vonis
pengkafiran lainnya menyatakan, “Barangsiapa mengingkari Ghulam Ahmad sebagai nabi
dan rosul Alloh, maka ia telah kafir kepada nash al-Qur’an. Kami mengafirkan
kaum Muslimin karena mereka membeda-bedakan para rosul, mempercayai sebagian
dan mengingkari sebagian lainnya. Jadi, mereka itu adalah kaum kafir!” (al-Fazal
hal. 5, Juni 1922)
Masih ragukah kita dengan kekafiran Ahmadiyah?
Ahmadiyah Dilindungi Penjajah
Inggris
Berdasarkan
catatan sejarah yang tidak dapat dimungkiri kebenarannya karena didukung
oleh testimoni “jujur” mereka sendiri, juga telah diketahui oleh umumnya rakyat
India dan Pakistan bahwa, Ahmadiyah dibentuk, disupport, dibiayai, dilindungi dan diayomi pemerintahan
kolonial Inggris, penjajah rakyat, negara serta agama.
Mirza Ghulam
Ahmad dengan bangga memberikan testimoni, “Mayoritas orang yang menjadi pengikutku
adalah para pegawai sipil pemerintah Inggris golongan eselon tinggi, pejabat
teras dan para pengusaha miliarder, termasuk advokat (pengacara), pelajar yang
silau dengan kemajuan Inggris dan ulama yang menjadi antek pemerintah di masa
lalu atau yang masih aktif menjadi “kacung” yang melayani mereka, sehingga
memperoleh keridhaannya...Saya dan para ulama yang menjadi pengikutku bertugas
mempropagandakan kebaikan-kebaikan pemerintah kolonial Inggris agar diterima di
hati banyak orang.” (‘Ariidhah Ghulaam al-Qaadiyanii 7/18)
Mirza Ghulam Ahmad al-Qadiyani
sendiri (1839-1908 M), selain dikenal sebagai orang yang berperawakan
kerempeng, sering sakit-sakitan dan pecandu narkotik, juga dikenal memiliki
kaitan erat dengan sebuah keluarga yang terkenal sebagai “pengkhianat” terhadap
agama dan negaranya.
Belum yakinkah kita dengan kesesatan Ahmadiyah?
Ringkasan Kesesatan Ahmadiyah
Dari beragam kesesatan Ahmadiyah, antara lain yang
telah diungkap oleh Komite Fiqih Islam (Majma’ al-Fiqh al-Islami) adalah:
·
Meyakini
bahwa Alloh
Swt. seperti manusia, melakukan puasa, sholat, tidur,
bangun, menulis dan bersalah, bahkan hingga melakukan hubungan seksual.
·
Meyakini bahwa
tuhan mereka berkebangsaan Inggris, yang berbicara kepada Mirza Ghulam Ahmad dengan
bahasa Inggris.
·
Meyakini bahwa
kenabian belum selesai dan masih akan ada nabi terus.
·
Meyakini bahwa
malaikat Jibril turun kepada
Mirza Ghulam Ahmad dan memberinya wahyu.
·
Meyakini bahwa
tidak ada al-Qur’an kecuali yang dibawa oleh Mirza Ghulam Ahmad.
·
Meyakini bahwa
kitab suci mereka diturunkan dengan nama “al-Kitaab al-Mubiin”, dan itu
bukanlah al-Qur’an.
·
Meyakini bahwa
kota Qodiyan seperti Mekkah dan Madinah, bahkan kota itu lebih suci dari
keduanya dan dijadikan menjadikan kota Qodiyan sebagai tempat berhaji.
·
Meyakini bahwa
perintah jihad tidak pernah ada dan mereka fanatik buta dengan keinginan
penjajah Inggris.
·
Meyakini bahwa
semua kaum Muslimin adalah kafir, kecuali mereka yang masuk dalam Ahmadiyah.
·
Meyakini bahwa
hukum khamar (miras), opium, narkotika dan zat adiktif lainnya tidak
haram.
· Meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah anak tuhan.
Fatwa Tentang Ahmadiyah
Berikut
beberapa fatwa yang memvonis kekafiran Ahmadiyah:
Pada tanggal
4 Maret 1984, Sidang Paripurna Lengkap Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama
Indonesia memutuskan:
Bahwa Jemaat
Ahmadiyah di wilayah negara RI yang berstatus sebagai badan hukum berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No. JA/23/13 tanggal 13-3-1953 (tambahan
Berita Negara tanggal 31-3-1953 No.26 ) bagi umat Islam menimbulkan:
Keresahan
karena isi ajarannya bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Perpecahan
khususnya dalam hal ‘ubudiyah (shalat), bidang Munakahat dan lain-lain.
Bahaya bagi
ketertiban dan keamanan negara.
Maka dengan
alasan-alasan tersebut dimohon kepada pihak yang berwenang untuk meninjau
kembali Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI tersebut.
Menyerukan
kepada:
Agar Majelis
Ulama Indonesia, Majelis Ulama Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II, para Ulama
dan Dai di seluruh Indonesia menjelaskan kepada masyarakat tentang sesatnya
Jemaat Ahmadiyah Qadiyani yang berada di luar Islam.
Bagi mereka
yang terlanjur mengikuti Jemaat Ahmadiyah Qadiyani supaya segera kembali kepada
ajaran Islam yang benar.
Kepada
seluruh umat Islam supaya mempertinggi kewaspadaan-nya, sehingga tidak
terpengaruh dengan paham yang sesat itu.
Majelis Ulama
Indonesia dan Organisasi Keagamaan telah melakukan kajian tentang Ahmadiyah
yang hasilnya antara lain dituangkan dalam bentuk Rekomendasi dan Fatwa sebagai
berikut:
Majelis Ulama
Indonesia dalam MUNAS II tahun 1980 menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah jamaah
di luar Islam, sesat dan menyesatkan. (Keputusan MUNAS II MUI se Indonesia
No. 05/Kep/Munas/II/MUI/1980)
Belum yakinkah kita dengan kemurtadan Ahmadiyah?
Karena
itu....
Acuh tak acuh, diam seribu bahasa dan mendiamkan
ajaran sesat Ahmadiyah sama saja dengan acuh dan mendiamkan kezhaliman dan
kemunkaran merajalela serta penodaan Islam semakin marak dipentaskan.
Seluruh kaum
Muslimin wajib ikut serta menghadang laju ajaran kekafiran yang mendompleng
agama Islam dan paham sesat yang membonceng lokomotif Islam.
Masyarakat Muslim
dan juga non Muslim harus mendapatkan informasi gamblang bahwa ajaran Ahmadiyah
bukan ajaran Islam.
Sekali lagi,
inilah keyakinan paham dan ketegasan sikap kita, namun tidak harus
anarkis, dan harus tidak anarkis khan??
0 comments:
Post a Comment