Oleh: Abu Fikri, Aktivis Gerakan Revivalis Indonesia
Akhirnya
benar-benar hampir terjawab benang merah pro kontra seputar penggerebekan
terduga Ciputat. Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar, mengatakan jika ada
pihak-pihak menemukan adanya kejanggalan dalam upaya penggerebekan yang
dilakukan Densus 88, sebaiknya melaporkannya ke Divisi Profesi dan Pengamanan
(Div Propam) Mabes Polri. “Contoh, jika saya mendapat kejanggalan lebih baik
diadukan ke Mabes Polri saja biar diusut dan harus diproses di pengadilan. Jangan
hanya perang mulut di media,” jelas Bambang kepada Okezone, di Jakarta,
Senin (13/1/2014) malam. Statement Bambang Widodo Umar mengungkap standart
normal bagaimana mekanisme pengadilan pengusutan kejanggalan terduga teroris
Ciputat seharusnya dilakukan. Namun pertanyaannya kemudian adalah bagaimana
jika pelanggaran itu dilakukan oleh pemegang kunci kebijakan di institusi
penegak hukum dalam hal ini –Petinggi Mabes Polri- misalnya. Dan sebagaimana
kita pahami bersama karakter penindakan hukum di negeri berbasis ideologi
kapitalis sekuler ini masih bersifat “tumpul di atas dan tajam di bawah”. Terutama
jika itu menyentuh pada puncak pengambil kebijakan. Apalagi untuk persoalan
yang terkait dengan masalah terorisme yang sejak dulu sampai sekarang masih diliputi
oleh “prejudice”
(prasangka) terhadap komunitas-komunitas islam yang
diklaim sebagai “Islam Fundamentalis”.
Sementara
di sisi lain dalam konteks beberapa kasus terorisme yang terjadi di negeri ini,
beberapa media masih saja mau dimanfaatkan sebagai bagian dari drama “teroristainment”. Dan
dalam pandangan kehidupan media sekuler saat ini, hal ini wajar karena
berkaitan dengan “price of news”. Seperti
pameo yang berkembang di media. “The good news is a bad news”.
Dalam konteks hukum, dibutuhkan keadilan dan kepastian hukum. Tetapi ketika
penegakkan hukum tidak murni lagi sebagai penegakkan hukum an sich namun ada
kepentingan pesanan asing maka penegakkan hukum tidak lagi mampu mewujudkan
keadilan dan kepastian hukum semua orang. 5 Kejanggalan yang berhasil
dikompilasi oleh Kontras cukup menggambarkan bagaimana kejanggalan terjadi
dalam kasus penggerebekan terduga teroris Ciputat pada tataran permukaan.
Tetapi kronologis kejadian yang berhasil disusun oleh CIIA (The Community
Ideological Islamiy Analys) dan dipublikasikan di beberapa media tentang kasus
Ciputat melalui Direkturnya Harist Abu Ulya sulit bisa dikatakan sebagai cerita
fiksi atau rekaan. Simak beritanya di Okezone, 13 Januari 2014
berjudul “Ada Dusta Di Balik Penggerebekan Teroris Ciputat”.
Persoalannya adalah tinggal siapa yang berani mengungkap detil kronologis
kejadian kejanggalan-kejanggalan segmen demi segmen sebagai pembanding opini
fakta kejadian terorisme Ciputat versi Mabes Polri. Karena konsekuensi
pengungkapan fakta kejanggalan yang berbeda dengan yang diungkap oleh Mabes
Polri akan berhadapan dengan kekuatan negara diback up oleh kekuatan asing
(kafir muharibban fi’lan) yang menyokongnya. Diperlukan sinergi antar seluruh
komponen ummat untuk membongkar sekaligus menumbangkan arogansi kekuasaan yang
cenderung represif dan berpotensi mengembalikan rezim otoriter sebagaimana masa
lampau. Sebuah arogansi kekuasaan yang dilegitimasi oleh legal of frame. Atas
nama undang-undang. Atas nama penegakkan hukum. Atas nama melindungi kepentingan
rakyat. Tetapi sebaliknya pada faktanya benar-benar menyengsarakan rakyat.
Mendzalimi rakyat.
Elemen-elemen
masyarakat harusnya bergerak secara sinergi untuk mengungkap kebobrokan rezim
yang menggurita di hampir semua institusi negara di negeri ini. Termasuk dalam
konteks mengungkap penyimpangan-penyimpangan di balik proyek “war on
terrorism”. Yang jelas-jelas merupakan pesanan asing. Di
tengah negeri ini dihadapkan dengan problema sistemik yang
mendera. Penyimpangan terjadi dimana-mana. Di legislatif penyimpangan
dalam program legislasi. Di yudikatif penyimpangan dalam proses
peradilan. Di kepolisian penyimpangan dalam proses penegakkan hukum. Dan
lain-lain.
Maka
penting seluruh elemen masyarakat mengungkap kebobrokan penanganan terorisme
itu dengan pembagian peran masing-masing :
- Kompolnas (Komisi Polisi Nasional) jangan hanya menjadi cap stempel atau legitimasi bagi mabes polri saja. Mestinya secara proaktif melakukan verifikasi dan investigasi di lapangan untuk melakukan cross check terhadap kebenaran kejadian perkara.
- Komnas HAM lebih pro aktif lagi dan menghindari kesan selalu ketinggalan kereta. Mengidentifikasi kejanggalan-kejanggalan bukan saja secara sporadis atau case by case. Namun mengidentifikasi kejanggalan-kejanggalan penindakan terorisme dalam kesatuan cerita integral dan komprehensif. Dibutuhkan keberanian yang tulus karena bersinggungan dengan otoritas operasi intelijen.
- Ormas-ormas Islam harus melakukan kajian yang utuh dan sistemik terhadap proyek“war on terrorism”. Untuk mengungkap apa sejatinya proyek tersebut. Lalu secara obyektif, sesuai dengan basis kompetensinya masing-masing bersinergi untuk melakukan desakan membongkar kebobrokan-kebobrokan di balik penanganan penindakan terorisme saat ini. Yang jelas-jelas merugikan umat islam dan islam.
- Politisi-politisi islam jangan hanya berlindung di atas kepentingan pribadi dan parpolnya saja. Mencari zona aman dengan membahas dan mempersoalkan agenda-agenda untuk kepentingan investasi politiknya menjelang 2014. Advokasi politik terhadap umat islam dan islam yang banyak dirugikan oleh kampanye perang melawan teroris ala Amerika harus dilakukan secara masif. Para politisi islam mestinya tampil di depan membela agamanya yang dilecehkan.
- Gerakan-gerakan islam harus mempersiapkan diri tentang kemungkinan masa turbulence (pergolakan) di negeri ini yang sudah terlanjur masuk dalam cengkeraman penjajahan asing. Dan tidak akan begitu saja dilepaskan oleh Tuannya. Ketika kekuatan perubahan islam menggumpal menjadi sebuah kekuatan yang muncul ke permukaan maka disitulah saatnya berhadapan dengan kekuatan musuh sebenarnya. Dan siapkan kekuatan apa saja yang diperlukan untuk menghadapi musuh-musuh islam.
Perlu
sebuah kesadaran bersama yang melahirkan langkah saling menguatkan di antara
semua elemen masyarakat muslim untuk merobohkan arogansi kekuasaan yang
represif dan dzalim kaki tangan para penjajah kafir muharibban fi’lan. Penting
untuk direnungkan apa yang disampaikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’alla :
“Dan
berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan
karunia-Nya kamu menjadi bersaudara…” (QS. Ali Imran: 103). Wallahu a’lam bis
showab.
Redaktur:
Pizaro
Sumber: islampos.com
Diambil
dari: http://www.akhirzaman.info
0 comments:
Post a Comment