JAKARTA-Awal tahun 2014, Masyarakat Indonesia disuguhi penggerebekan
terduga teroris oleh Densus 88 di Ciputat Tangerang. Namun, banyak kejanggalan
dalam aksi penggerebekan teroris tersebut.
Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst, (CIIA) Harits Abu Ulya membeberkan sejumlah kejanggalan dalam aksi penggerebekan tersebut. Kata dia, "Ada Dusta di Ciputat."
Dia menyebut, aksi Densus 88 tersebut cukup demonstratif. "Kenapa demonstratif? faktanya, sore 31 Desember 2013, sekitar jam 17.00 WIB, beberapa media yang dekat dengan Densus88 sengaja dikabari untuk meliput “heroisme” yang akan digelar malam tahun baru. Untuk apa menginformasikan ke media TV kalau bukan untuk medapat liputan kemudian diharapkan bisa menyiarkan secara luas dengan segala efek turunannya," kata Harits, Senin (13/1/2014).
Menurut Harits, berdasarkan investigasi (penelusuran) CIIA, ada sejumlah fakta empirik yang sangat janggal. Dia menuturkan, tanggal 31 Desember hari Selasa sore sekitar pukul 17.00 WIB salah satu kru media TV mendapat informasi dari petugas untuk merapat di Ciputat. "Tidak lain untuk meliput aksi penggerebekan terduga perampok BRI Panongan Kab Tangerang (24 Desember 2013)," katanya.
Sumber CIIA, kata Harits, menyebutkan, awalnya penggerebekan akan dilakukan oleh Unit Jatanras Polda Metro Jaya di bawah komando AKBP Herry Heryawan. Namun, di luar sepengetahuan Herry Heryawan, informasi rencana penggrebekan tersebut sampai di telinga Kapolri Jenderal Sutarman.
Kemudian, via telefon Sutarman memerintahkan agar Herry Heryawan tidak bergerak, karena menunggu Mabes dengan Densus88 yang akan turun. "Akhirnya operasi penggrebekan tidak lagi di handle oleh Unit Jatanras tapi di bawah kendali Densus 88," katanya.
Selama ini, kasus penembakan di Pondok Aren dan penembakan polisi di depan KPK yang difungsikan maksimal adalah unit Resmob dan Jatanras. Terkait Ciputat, sebelumnya publik sempat mendapatkan informasi resmi melalui Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Slamet Riyanto pada tanggal 16 September 2013 bahwa Nurul Haq alias Jeck sudah ditangkap.
"Dan ketika dikonfirmasi ulang kemudian tidak mau membeberkan karena pertimbangan penyidikan," katanya.
Lantaran merasa kecolongan membuka informasi tentang Jeck, atasan Slamet Riyanto membantah informasi tersebut. Di kesempatan berbeda di hari yang sama, 16 September 2013, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto menimpali dengan bantahan bahwa Nurul Haq alias Jeck belum ketangkap.
Kemungkinan besar dari Jeck yang sudah ketangkap inilah pengembangan dilakukan dan berhasil menghendus posisi Anton alias Septi di Banyumas. Kemudian Resmob Polda Metro Jaya bersama Densus88 menangkap Anton pada hari Selasa (31 Desember 2013). "Rasanya janggal jika di hari Selasa (31 Desember 2013) di depan warnet Jalan alternatif Kemranjen Banyumas arah Purwokerto Anton ditangkap, dalam waktu singkat dari Anton aparat Resmob bisa menghendus secara akurat posisi 5 kawanan yang lain di Ciputat. Setelah sebelumnya katanya Anton di bawa ke rumah daerah Rempoa ternyata nihil," ujar Harits.
Fakta di lapangan dan pengakuan aparat, ditemukan bahwa sudah sejak beberapa hari sebelum penggrebekan, para petugas intel mondar-mandir di sekitar lokasi. Bahkan, menurut pengakuan anggota Densus88 (yang tertembak di kakinya) sejak pagi sudah stand by di lorong jalan yang mengarah ke rumah kontrakan terduga teroris.
"Jadi Anton di saat penggrebekan dikeler ke lokasi untuk ikut memastikan target, namun, dugaan kuat dari Jeck-lah posisi akurat di dapatkan. Anton posisinya sebagai pengkonfirmasi," ujar Harits.
Indikasi lain, Kapolri Jendral Pol Sutarman, juga sempat mengungkapkan bahwa kelompok Ciputat ini sudah di pantau sejak 2 Agustus 2013.
Penelusuran CIIA juga mendapatkan fakta, bahwa mereka (kel Ciputat) nama-namanya sudah dikantongi oleh aparat Densus 88 sejak 2012. "Karena mereka semua pernah hadir dalam sebuah pertemuan di Situgintung akhir Desember 2012 dan pertemuan ini bocor ke telinga Densus88. Dari sini Densus88 bisa merilis narasi tentang kelompok Ciputat kaitannya dengan terorisme," ujar dia.
Jadi, penggrebekan terencana serta mobilisasi kekuatan secara terencana sudah disiapkan jauh hari, mungkin dalam bahasa Densus88 ini dikategorikan Deliberate Assault (Penindakan Terencana) bukan Emergency Assault/Raid (Penindakan Segera). Dari indikasi dan fakta-fakta aktual dilapangan mengarah bahwa ini adalah Penindakan Terencana, bukan tiba-tiba. Meski mengagetkan publik di malam tahun baru 2014 peristiwa ini di tonton.
"Dari sini wajar banyak muncul pertanyaan kenapa mereka tidak ditangkap hidup-hidup? Atau dilumpuhkan dan dalam kondisi tetap hidup. Karena penting untuk mengungkap kebenaran narasi terorisme terkait kel Ciputat ini," katanya.
Harits menambahkan, dari semua terduga teroris yang tewas, tidak ada jejak penembakan, bahkan ditemukan luka lebam memar karena siksaan.
Selain itu, dari penelusuran CIIA di lapangan terpetakan, Malam dan kegelapan banyak menyimpan “rahasia”. Saat penggrebekan aparat Resmob Polda Metro Jaya dalam formasi “L”. Rumah kontrakan yang ukurannya 3x8 meter dengan posisi menghadap ke selatan, sebelah barat bersebelahan tembok dengan kontrakan tetangga. Ruang terbuka diposisi selatan dan timur dengan tumbuhan pohon Bambu. Dan di luar pengepungan dengan formasi “L” melingkar dari Selatan rumah ke arah Timur rumah yang di lakukan Resmob Polda Metro, Densus88 banyak berperan di bagian (titik) lain.
Dari arah belakang rumah (Utara) dan di titik bagian Barat dari rumah tetangga yang sudah dikosongkan tembok dijebol oleh Densus88 dengan peledak. Dan tembakan-tembakan dari Resmob sebenarnya tidak memberikan efek kematian melainkan kepanikan. Tapi detik-detik kematian kemungkinan besar di saat tembok dijebol untuk akses masuk, dan penindak dari Densus88 masuk untuk mengeksekusi mereka. "Tapi sangat ganjil, karena kalau terduga teroris menurut keterangan polisi, mati semua saat penyerangan dan posisinya di kamar mandi kenapa tidak ada indikasi sama sekali tembakan dari luar yang tembus kedalam? Justru banyak sekali jejak bekas tembakan yang terlihat di dalam tembok kamar mandi," kata dia.
Tembakan dari luar mengarah kamar mandi terlihat di tembok luar bagian selatan setinggi kurang lebih 30-40 cm dari bawah tapi tidak tembus ke dalam. "Teka teki berkembang, apa mungkin mereka dalam kondisi tidak berdaya kemudian di eksekusi bersama-sama di kamar mandi? Terus bagaimana dengan korban yang tidak terlihat ada bekas tembakan sama sekali? Mungkin analisa bisa mengarah tentang kemungkinan rekayasa beberapa orang sudah di habisi terlebih dahulu oleh Densus88 dan melalui tembok yang dilubangi dan di tengah kegegelapan malam kemudian jenazah tersebut di masukkan?" katanya.
Sedangkan terkait penyergapan Dayat, Kata Harist, penelusuran CIIA mendapatkan fakta lapangan yang cukup menggelikan.Tidak lain karena ada dua pengakuan yang berbeda (kontradiksi diametrikal) dari dua (2) orang petugas, satu dari aparat Densus88 dan yang satu lagi dari Polda.
Pengakuan seorang anggota Densus88 berinisial "D", dalam kasus penindakkan terduga teroris Ciputat dikabarkan ada seorang anggota Densus88 tertembak. Tidak lain yang dimaksudkan adalah si "D" ini. Dia tertembak di bagian lutut sebelah kiri dan paha sebelah kanan bagian dalam terserempet peluru.
Menurut "D", sekira pukul 19.00 WIB di jalan dari arah kontrakan terduga teroris keluar dua orang berboncengan naik sepeda motor. Di tengah temaram kegelpan tersebut dari jarak sekira 15-20 meter dia mendapatkan kode dengan gerakan tangan dari tim Densus88 lain bagian identifikasi dan memasok informasi kepada tim penindak.
Si "D" sendiri sudah sejak pagi hari duduk untuk menyanggong di jalan arah rumah kontrakan tersebut dengan bekal foto Dayat cs hasil surveilance tim Intelijen Densus88.
Nah, ketika si “D” mendapat info bahwa yang naik motor adalah Dayat (target) dan yang dibonceng adalah Iwan (tetanga kontrakan), maka serta merta si "D" yang melihat wajah Dayat mencoba menghadang menyetop laju motor. Tapi laju motor makin ngebut, kemudian si "D" ambil posisi menyamping di kanan motor. Dan pengakuan "D", motor akhirnya direm Dayat, sementara posisi “D” di kanan motor.
Saat motor berhenti itulah Dayat menendang anggota Densus88 ini, sampai si “D” jatuh karena tendangan. Di saat dia hendak bangun dari jatuh tersebut, ia mendengar beberapa kali tembakan dan ia merasakan kakinya bagian lutut kiri kena tembakan. Sesaat berikutnya si "D" mencabut pistol yang dipinggangnya kemudian ia lepaskan tembakan ke arah Dayat, dan Dayat roboh tersungkur.Setelah itu si “D” teriak meminta bantuan ke kawannya bahwa ia kena tembakan. "D" tidak tahu lagi bagaimana jalan cerita penyergapan berikutnya, yang ia ingat Iwan yang membonceng dibelakang motor lari ke belakang.
Dari keterangan pihak Mabes dengan menggelar barang bukti (BB) ditunjukkan ada Pen Gun (Pistol berbentuk bolpoin), Pen Gun inilah yang dipakai Dayat untuk menembak “D” aparat Densus88 saat penyergapan. Menjadi ganjil, proyektil peluru ada di lutut bagian kaki kiri “D”.
Lantas paha kanan bagian dalam terserempet puluru dari mana? Jika tembakan itu tembus dari lutut kiri ke arah paha kanan tentu proyektil peluru tidak mungkin bersarang di bagian lutut kaki kiri. Sayang proyektil peluru tersebut belum pernah dibuka apakah benar itu adalah keluar dari Pen Gun yang dipakai oleh Dayat.
Pengakuan “D” bertolak belakang 180 derajat dengan salah satu anggota Polda yang terlibat penyergapan Dayat. Anggota ini berinisial “Dn”, dari penelusuran CIIA, didapat pengakuan si “Dn” di detik-detik penyergapan Dayat. Di fase persiapan sebelum pengepungan dalam formasi “L”, si “Dn” dapat informasi kalau Dayat keluar naik motor bebek berdua.
Dalam kondisi tidak terduga itu kemudian “Dn” bergegas lari menuju jalan yang hendak dilalui Dayat. Dengan bekal foto Dayat dengan ciri khas berkacamata, "Dn" mencoba menghadang motor yang lewat. Menurut pengakuan “Bn”, motor pertama yang lewat bukan Dayat, sampai akhirnya motor ke tiga dari jarak pandang 3-4 meter “Dn” melihat wajah Dayat naik motor bagian depan dengan kaos biru berkacamata (yang dibonceng bernama Iwan).
Maka saat itu “Dn” bersama salah seorang anggota CRT (Crisis Respon Team/ Densus88) mengejar Dayat, dan kemudian “Dn” mendorong Dayat hingga jatuh ke kiri.Dan setelah jatuh sesaat kemudian Dayat mau mencabut senjata, saat itu dengan cepat "Dn" kemudian menubruk Dayat bergumul untuk merebut senjata Dayat.Kemudian terdengar tembakan dan "Dn" merasakan perih bagian dada dan kakinya, kemudian “Dn” memutar badan ke kiri menjauhi Dayat selanjutnya ia melihat Dayat di berondong oleh anggota yang lain.
Saat "Dn" mencegat, kurang lebih ada 20-an orang anggota yang merapat ke arah "Dn" untuk backup, tapi hanya sekitar 4-5 orang yang maju kemudian memberondong Dayat paska bergumul dengan “Dn” untuk merebut senjata Dayat.
Logikanya dua pengakuan di atas tidak mungkin keduanya benar, ada salah satu yang benar atau ada salah satu yang dusta. Atau mungkin kedua-duanya salah atau ekstrim lagi kedua-duanya benar.
Kata Harist, sangat wajar jika selalu muncul pertanyaan, kenapa terduga harus di eksekusi mati, sementara ada kondisi-kondisi yang memungkinkan terduga cukup dilumpuhkan dan bisa diseret di pengadilan untuk pembuktian, benarkah semua narasi Polisi selama ini tentang mereka dengan semua perannya. "Saat ini publik sudah cerdas dan bisa menilai sendiri," ujarnya. (ugo)
Direktur The Community Of Ideological Islamic Analyst, (CIIA) Harits Abu Ulya membeberkan sejumlah kejanggalan dalam aksi penggerebekan tersebut. Kata dia, "Ada Dusta di Ciputat."
Dia menyebut, aksi Densus 88 tersebut cukup demonstratif. "Kenapa demonstratif? faktanya, sore 31 Desember 2013, sekitar jam 17.00 WIB, beberapa media yang dekat dengan Densus88 sengaja dikabari untuk meliput “heroisme” yang akan digelar malam tahun baru. Untuk apa menginformasikan ke media TV kalau bukan untuk medapat liputan kemudian diharapkan bisa menyiarkan secara luas dengan segala efek turunannya," kata Harits, Senin (13/1/2014).
Menurut Harits, berdasarkan investigasi (penelusuran) CIIA, ada sejumlah fakta empirik yang sangat janggal. Dia menuturkan, tanggal 31 Desember hari Selasa sore sekitar pukul 17.00 WIB salah satu kru media TV mendapat informasi dari petugas untuk merapat di Ciputat. "Tidak lain untuk meliput aksi penggerebekan terduga perampok BRI Panongan Kab Tangerang (24 Desember 2013)," katanya.
Sumber CIIA, kata Harits, menyebutkan, awalnya penggerebekan akan dilakukan oleh Unit Jatanras Polda Metro Jaya di bawah komando AKBP Herry Heryawan. Namun, di luar sepengetahuan Herry Heryawan, informasi rencana penggrebekan tersebut sampai di telinga Kapolri Jenderal Sutarman.
Kemudian, via telefon Sutarman memerintahkan agar Herry Heryawan tidak bergerak, karena menunggu Mabes dengan Densus88 yang akan turun. "Akhirnya operasi penggrebekan tidak lagi di handle oleh Unit Jatanras tapi di bawah kendali Densus 88," katanya.
Selama ini, kasus penembakan di Pondok Aren dan penembakan polisi di depan KPK yang difungsikan maksimal adalah unit Resmob dan Jatanras. Terkait Ciputat, sebelumnya publik sempat mendapatkan informasi resmi melalui Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Slamet Riyanto pada tanggal 16 September 2013 bahwa Nurul Haq alias Jeck sudah ditangkap.
"Dan ketika dikonfirmasi ulang kemudian tidak mau membeberkan karena pertimbangan penyidikan," katanya.
Lantaran merasa kecolongan membuka informasi tentang Jeck, atasan Slamet Riyanto membantah informasi tersebut. Di kesempatan berbeda di hari yang sama, 16 September 2013, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto menimpali dengan bantahan bahwa Nurul Haq alias Jeck belum ketangkap.
Kemungkinan besar dari Jeck yang sudah ketangkap inilah pengembangan dilakukan dan berhasil menghendus posisi Anton alias Septi di Banyumas. Kemudian Resmob Polda Metro Jaya bersama Densus88 menangkap Anton pada hari Selasa (31 Desember 2013). "Rasanya janggal jika di hari Selasa (31 Desember 2013) di depan warnet Jalan alternatif Kemranjen Banyumas arah Purwokerto Anton ditangkap, dalam waktu singkat dari Anton aparat Resmob bisa menghendus secara akurat posisi 5 kawanan yang lain di Ciputat. Setelah sebelumnya katanya Anton di bawa ke rumah daerah Rempoa ternyata nihil," ujar Harits.
Fakta di lapangan dan pengakuan aparat, ditemukan bahwa sudah sejak beberapa hari sebelum penggrebekan, para petugas intel mondar-mandir di sekitar lokasi. Bahkan, menurut pengakuan anggota Densus88 (yang tertembak di kakinya) sejak pagi sudah stand by di lorong jalan yang mengarah ke rumah kontrakan terduga teroris.
"Jadi Anton di saat penggrebekan dikeler ke lokasi untuk ikut memastikan target, namun, dugaan kuat dari Jeck-lah posisi akurat di dapatkan. Anton posisinya sebagai pengkonfirmasi," ujar Harits.
Indikasi lain, Kapolri Jendral Pol Sutarman, juga sempat mengungkapkan bahwa kelompok Ciputat ini sudah di pantau sejak 2 Agustus 2013.
Penelusuran CIIA juga mendapatkan fakta, bahwa mereka (kel Ciputat) nama-namanya sudah dikantongi oleh aparat Densus 88 sejak 2012. "Karena mereka semua pernah hadir dalam sebuah pertemuan di Situgintung akhir Desember 2012 dan pertemuan ini bocor ke telinga Densus88. Dari sini Densus88 bisa merilis narasi tentang kelompok Ciputat kaitannya dengan terorisme," ujar dia.
Jadi, penggrebekan terencana serta mobilisasi kekuatan secara terencana sudah disiapkan jauh hari, mungkin dalam bahasa Densus88 ini dikategorikan Deliberate Assault (Penindakan Terencana) bukan Emergency Assault/Raid (Penindakan Segera). Dari indikasi dan fakta-fakta aktual dilapangan mengarah bahwa ini adalah Penindakan Terencana, bukan tiba-tiba. Meski mengagetkan publik di malam tahun baru 2014 peristiwa ini di tonton.
"Dari sini wajar banyak muncul pertanyaan kenapa mereka tidak ditangkap hidup-hidup? Atau dilumpuhkan dan dalam kondisi tetap hidup. Karena penting untuk mengungkap kebenaran narasi terorisme terkait kel Ciputat ini," katanya.
Harits menambahkan, dari semua terduga teroris yang tewas, tidak ada jejak penembakan, bahkan ditemukan luka lebam memar karena siksaan.
Selain itu, dari penelusuran CIIA di lapangan terpetakan, Malam dan kegelapan banyak menyimpan “rahasia”. Saat penggrebekan aparat Resmob Polda Metro Jaya dalam formasi “L”. Rumah kontrakan yang ukurannya 3x8 meter dengan posisi menghadap ke selatan, sebelah barat bersebelahan tembok dengan kontrakan tetangga. Ruang terbuka diposisi selatan dan timur dengan tumbuhan pohon Bambu. Dan di luar pengepungan dengan formasi “L” melingkar dari Selatan rumah ke arah Timur rumah yang di lakukan Resmob Polda Metro, Densus88 banyak berperan di bagian (titik) lain.
Dari arah belakang rumah (Utara) dan di titik bagian Barat dari rumah tetangga yang sudah dikosongkan tembok dijebol oleh Densus88 dengan peledak. Dan tembakan-tembakan dari Resmob sebenarnya tidak memberikan efek kematian melainkan kepanikan. Tapi detik-detik kematian kemungkinan besar di saat tembok dijebol untuk akses masuk, dan penindak dari Densus88 masuk untuk mengeksekusi mereka. "Tapi sangat ganjil, karena kalau terduga teroris menurut keterangan polisi, mati semua saat penyerangan dan posisinya di kamar mandi kenapa tidak ada indikasi sama sekali tembakan dari luar yang tembus kedalam? Justru banyak sekali jejak bekas tembakan yang terlihat di dalam tembok kamar mandi," kata dia.
Tembakan dari luar mengarah kamar mandi terlihat di tembok luar bagian selatan setinggi kurang lebih 30-40 cm dari bawah tapi tidak tembus ke dalam. "Teka teki berkembang, apa mungkin mereka dalam kondisi tidak berdaya kemudian di eksekusi bersama-sama di kamar mandi? Terus bagaimana dengan korban yang tidak terlihat ada bekas tembakan sama sekali? Mungkin analisa bisa mengarah tentang kemungkinan rekayasa beberapa orang sudah di habisi terlebih dahulu oleh Densus88 dan melalui tembok yang dilubangi dan di tengah kegegelapan malam kemudian jenazah tersebut di masukkan?" katanya.
Sedangkan terkait penyergapan Dayat, Kata Harist, penelusuran CIIA mendapatkan fakta lapangan yang cukup menggelikan.Tidak lain karena ada dua pengakuan yang berbeda (kontradiksi diametrikal) dari dua (2) orang petugas, satu dari aparat Densus88 dan yang satu lagi dari Polda.
Pengakuan seorang anggota Densus88 berinisial "D", dalam kasus penindakkan terduga teroris Ciputat dikabarkan ada seorang anggota Densus88 tertembak. Tidak lain yang dimaksudkan adalah si "D" ini. Dia tertembak di bagian lutut sebelah kiri dan paha sebelah kanan bagian dalam terserempet peluru.
Menurut "D", sekira pukul 19.00 WIB di jalan dari arah kontrakan terduga teroris keluar dua orang berboncengan naik sepeda motor. Di tengah temaram kegelpan tersebut dari jarak sekira 15-20 meter dia mendapatkan kode dengan gerakan tangan dari tim Densus88 lain bagian identifikasi dan memasok informasi kepada tim penindak.
Si "D" sendiri sudah sejak pagi hari duduk untuk menyanggong di jalan arah rumah kontrakan tersebut dengan bekal foto Dayat cs hasil surveilance tim Intelijen Densus88.
Nah, ketika si “D” mendapat info bahwa yang naik motor adalah Dayat (target) dan yang dibonceng adalah Iwan (tetanga kontrakan), maka serta merta si "D" yang melihat wajah Dayat mencoba menghadang menyetop laju motor. Tapi laju motor makin ngebut, kemudian si "D" ambil posisi menyamping di kanan motor. Dan pengakuan "D", motor akhirnya direm Dayat, sementara posisi “D” di kanan motor.
Saat motor berhenti itulah Dayat menendang anggota Densus88 ini, sampai si “D” jatuh karena tendangan. Di saat dia hendak bangun dari jatuh tersebut, ia mendengar beberapa kali tembakan dan ia merasakan kakinya bagian lutut kiri kena tembakan. Sesaat berikutnya si "D" mencabut pistol yang dipinggangnya kemudian ia lepaskan tembakan ke arah Dayat, dan Dayat roboh tersungkur.Setelah itu si “D” teriak meminta bantuan ke kawannya bahwa ia kena tembakan. "D" tidak tahu lagi bagaimana jalan cerita penyergapan berikutnya, yang ia ingat Iwan yang membonceng dibelakang motor lari ke belakang.
Dari keterangan pihak Mabes dengan menggelar barang bukti (BB) ditunjukkan ada Pen Gun (Pistol berbentuk bolpoin), Pen Gun inilah yang dipakai Dayat untuk menembak “D” aparat Densus88 saat penyergapan. Menjadi ganjil, proyektil peluru ada di lutut bagian kaki kiri “D”.
Lantas paha kanan bagian dalam terserempet puluru dari mana? Jika tembakan itu tembus dari lutut kiri ke arah paha kanan tentu proyektil peluru tidak mungkin bersarang di bagian lutut kaki kiri. Sayang proyektil peluru tersebut belum pernah dibuka apakah benar itu adalah keluar dari Pen Gun yang dipakai oleh Dayat.
Pengakuan “D” bertolak belakang 180 derajat dengan salah satu anggota Polda yang terlibat penyergapan Dayat. Anggota ini berinisial “Dn”, dari penelusuran CIIA, didapat pengakuan si “Dn” di detik-detik penyergapan Dayat. Di fase persiapan sebelum pengepungan dalam formasi “L”, si “Dn” dapat informasi kalau Dayat keluar naik motor bebek berdua.
Dalam kondisi tidak terduga itu kemudian “Dn” bergegas lari menuju jalan yang hendak dilalui Dayat. Dengan bekal foto Dayat dengan ciri khas berkacamata, "Dn" mencoba menghadang motor yang lewat. Menurut pengakuan “Bn”, motor pertama yang lewat bukan Dayat, sampai akhirnya motor ke tiga dari jarak pandang 3-4 meter “Dn” melihat wajah Dayat naik motor bagian depan dengan kaos biru berkacamata (yang dibonceng bernama Iwan).
Maka saat itu “Dn” bersama salah seorang anggota CRT (Crisis Respon Team/ Densus88) mengejar Dayat, dan kemudian “Dn” mendorong Dayat hingga jatuh ke kiri.Dan setelah jatuh sesaat kemudian Dayat mau mencabut senjata, saat itu dengan cepat "Dn" kemudian menubruk Dayat bergumul untuk merebut senjata Dayat.Kemudian terdengar tembakan dan "Dn" merasakan perih bagian dada dan kakinya, kemudian “Dn” memutar badan ke kiri menjauhi Dayat selanjutnya ia melihat Dayat di berondong oleh anggota yang lain.
Saat "Dn" mencegat, kurang lebih ada 20-an orang anggota yang merapat ke arah "Dn" untuk backup, tapi hanya sekitar 4-5 orang yang maju kemudian memberondong Dayat paska bergumul dengan “Dn” untuk merebut senjata Dayat.
Logikanya dua pengakuan di atas tidak mungkin keduanya benar, ada salah satu yang benar atau ada salah satu yang dusta. Atau mungkin kedua-duanya salah atau ekstrim lagi kedua-duanya benar.
Kata Harist, sangat wajar jika selalu muncul pertanyaan, kenapa terduga harus di eksekusi mati, sementara ada kondisi-kondisi yang memungkinkan terduga cukup dilumpuhkan dan bisa diseret di pengadilan untuk pembuktian, benarkah semua narasi Polisi selama ini tentang mereka dengan semua perannya. "Saat ini publik sudah cerdas dan bisa menilai sendiri," ujarnya. (ugo)
Diambil
dari: http://news.okezone.com
0 comments:
Post a Comment