Monday, March 10, 2014

Adab Wanita Pergi ke Masjid


Sebaik-baik wanita yaitu yang tetap tinggal di rumahnya. Namun, ada kalanya wanita butuh atau ingin ke masjid untuk berbagai keperluan seperti shalat, bermajelis, mengambil barang dan sebagainya yang menganjurkan dia untuk ke masjid. Oleh karena itu butuh ilmu untuk mengetahui adab-adabnya sehingga tetap terjaga kemuliaan wanita berdasarkan adab yang dilakukan oleh para shahabiyah.
Tidak ada yang menghalangi seorang wanita untuk datang ke masjid, dan ia tidak sepantasnya dilarang jika ingin mendatanginya selama ia tidak melakukan sesuatu yang terlarang dalam tinjauan syara’. Hal tersebut sangat jelas disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiallaahuanhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
Apabila isteri salah seorang di antara kalian meminta izin untuk pergi ke masjid maka janganlah ia melarangnya.” (HR. Bukhari)
Lajnah Da’ Imah menyatakan, “dibolehkan bagi seorang muslimah mengerjakan shalat di masjid. Dan apabila ia meminta izin kepada suaminya untuk mengerjakan shalat di masjid, maka suaminya itu tidak diperkenankan melarangnya dari keinginan itu, selama wanita itu berada dalam keadaan tertutup dan bagian badan yang haram terlihat oleh laki-laki asing pun tidak nampak…” kemudian setelah ‘Lajnah melampirkan beberapa dalil dari Al Quran dan As Sunnah, mereka melanjutkan: dan ini adalah nash-nash yang sangat jelas menunjukkan bahwa seorang muslimah yang berpegang teguh dengan adab-adab islam dalam berpakaian dan menghindari setiap perhiasan pemikat yang bisa menimbulkan fitnah dan menjadikan orang-orang yang lemah iman cenderung kepadanya, agar ia tidak dilarang mengerjakan shalat di masjid. Dan jika penampilan wanita tersebut menjadikan orang-orang jahat terpikat dan mendatangkan fitnah dari hati yang bimbang, maka wanita itu dilarang masuk ke dalam masjid, bahkan ia dilarang keluar dari rumahnya untuk mendatangi tempat-tempat umum…” (VII/330)
Beberapa Ketentuan Khusus yang Berlaku bagi Kaum Wanita yang Membedakannya dengan Kaum Laki-laku Ketika Hadir di Masjid
  • Tidak Memakai Wewangian dan Perhiasan yang Bisa Mengundang Fitnah
Seperti mengenakan pakaian yang memikat, atau mengenakan gelang kaki. Jika hal ini atau sebagiannya dijumpai pada hari ini atau sebagiannya dijumpai pada diri seorang wanita, maka terlarang mendatangi masjid.
Adapun wangi-wangian, telah disebutkan dalam nash khusus.
Zainab isteri ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami:
Apabila salah seorang diantara kalian (para wanita) mendatangi masjid, maka janganlah ia memakai wangi-wangian.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Wanita mana saja yang memakai bakhur (sejenis wewangi-wangian berbentuk asap) maka janganlah ia mengerjakan shalat isya bersama kami.” (HR. Muslim)
Adapun perhiasan lainnya, ketika seorang wanita mengenakan perhiasan itu untuk berhias yang akan menimbullkan gairah syahwat dan mengobarkan fitnah, maka wanita tersebut dilarang mendatangi masjid untuk menghindari fitnah dan menutup setiap celah keburukan.
  • Wanita Haid dan Nifas Tidak Boleh Diam di Dalam Masjid
Wanita yang sedang haid, nifas, dan junub tidak boleh memasuki masjid, kecuali jika sekedar melintas saja, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَلا جُنُبًا إِلا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا
(Jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi…” (QS. An Nisa: 43)
Dan di antara dalil yang melarang wanita haid masuk ke dalam masjid (wanita nifas diqiyaskan kepada wanita haid) adalah hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallaahu ’anha, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam bersabda kepadaku, ambilah untukku tikar kecil dari masjid.” ‘Aisyah berkata, “Aku berkata, ‘Aku sedang haid.’ Maka beliau bersabda, ‘Sesungguhnya haidmu itu bukan pada tanganmu.’” (HR. Muslim)
Perkataan Aisyah radhiallaahu ’anha, “Aku sedang haid” menunjukkan bahwa wanita haid tidak boleh masuk ke dalam masjid dan tidak juga diam di dalamnya masjid selain yang dikecualikan. Dan sebab dilarangnya ini karena khawatir salah satu bagian masjid dikotori oleh najisnya darah haid.
Faidah: Dibolehkan bagi wanita istihadhah untuk masuk ke dalam masjid dan i’tikaf di dalamnya. Akan tetapi, ia harus menjaga jangan sampai ia mengotori masjid dengan najis. Dalam Shahih Bukhari ‘Aisyah radhiallaahu ’anha meriwayatkan bahwa sebagian dari ummahatul mukminin melakukan i’tikaf dalam keadaan sedang istihadhah.
  • Shalat di belakang Shaf Laki-Laki dan Tidak Bercampur dengan Mereka
Shaf kaum wanita di dalam masjid berada di belakang shaf kaum laki-laki, dan semakin jauh shaf wanita dari shaf laki-laki maka akan semakin baik dan lebih utama bagi kaum wanita tersebut. Seperti yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu ’anhu, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling pertama (terdepan) dan seburuk-buruk shaf laki-laki adalah yang paling terakhir (belakang), serta sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhir dan seburuk-buruk shaf wanita adalah yang paling depan.” (HR. Bukhari)
Dekatnya laki-laki kepada wanita akan membangkitkan gejolak syahwat dan menggerakannya. Dengan demikian, akan hilanglah inti dari ibadah shalat, yaitu khusyu’ ketika mengerjakannya. Oleh karena itu, diantara anjuran pembawa syari’at, yaitu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah menjauhkan laki-laki dari kaum wanita di dalam masjid. Apabila beliau selesai shalat, beliau diam sejenak di tempat beliau shalat agar para wanita berpaling (pergi) sebelum kaum laki-laki mendapati mereka ketika keluar meninggalkan masjid sehingga menimbulkan campur baur dengan kaum wanita.
Dari Ummu Salamah radhiallahu ’anha, istri Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa apabila kaum wanita di zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah mengucapkan salam dalam shalat wajib, mereka langsung berdiri. Rasululah shalallahu ‘alaihi wasallam dan kaum laki-laki yang ikut mengerjakan shalat tetap diam di tempat hingga waktu yang Allah kehendaki. Apabila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berdiri maka merekapun berdiri. (HR. Bukhari)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah pendahulu manusia sebagai panutan, maka hendaklah mereka menunda sejenak waktu keluar mereka dari tempat shalatnya, menunggu hingga kaum wanita pergi. Dan bagi kaum wanita, hendaklah mereka tidak mengakhirkan keluar dari tempat shalat mereka setelah berpalingnya imam, bahkan hendaklah mereka keluar dan kembali ke rumah masing-masing, dan hal itu lebih baik bagi mereka (kaum laki-laki dan juga kaum perempuan).
Akan tetapi jika tempat keluarnya wanita berjauhan dengan tempat keluarnya laki-laki, dan dengan begitu tidak akan terjadi campur baur, maka tidak mengapa kaum laki-laki keluar dengan segera setelah imam berpaling, atau kaum wanita menunggu sejenak di tempat shalat mereka, sebab larangan telah tertiadakan. Wallahu a’lam.
Catatan penting: Apabila tempat shalat wanita terpisah dengan tempat shalat laki-laki, maka sebaik-baik shaf wanita ketika itu adalah yang paling depan, dan seburuk-buruk tempat adalah shaf paling akhir. Hal itu karena alasan yang menjadikan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa seburuk-buruk shaf wanita adalah yang paling depan telah tertiadakan dengan terpisahnya shaf laki-laki dari shaf wanita, maka keutamaan shaf dalam shalat kembali kepada shaf terdepan.
***
Disalin dari buku Fiqih Adab oleh Fuad bin Abdil Aziz asy-Syalhub. Judul asli: Kitab al-Adab, Penerbit: Griya Ilmu dengan sedikit pengeditan dari redaksi.
Diambil dari: Artikel Muslimah.Or.Id

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
- See more at: http://tutorial89.blogspot.com/2014/08/cara-mudah-membuat-tombol-share-di.html#sthash.naEXoN8D.dpuf