Dalam bahasa Arab, istilah dajjal
lazim digunakan untuk menyebut “nabi palsu”. Namun, istilah ad-Dajjal, yang
dimaksudkan di sini merujuk pada sosok “pembohong” yang muncul menjelang dunia
berakhir atau kiamat. Sosok itu juga disebut sebagai al-Masih ad-Dajjal; yang
dimaksudkan di sini adalah “Al-Masih Palsu”. Menurut beberapa sumber, istilah
ini berasal dari istilah Syria, yakni Meshiha Deghala yang telah menjadi
kosakata umum di Timur Tengah selama lebih dari 400 tahun sebelum al-Qur’an
diturunkan.
Dalam kamus Lisân al-‘Arab,
dikemukakan bahwa Dajjal berasal dari kata dajala, artinya menutupi. Mengapa
dikatakan menutupi? Karena ia adalah pembohong yang akan menutupi segala
kebenaran dengan kebohongan dan kepalsuannya. Dikatakan “menutupi” karena
Dajjal kelak akan menutupi bumi dengan jumlah pengikutnya yang sangat banyak.
Ada juga yang berpendapat bahwa Dajjal kelak akan menutupi manusia dengan
kekafiran atau ingkar terhadap kebenaran yang datangnya dari Allah Swt.
Menurut Al-Qur’an
Lalu, siapakah sesungguhnya Dajjal
menurut rujukan utama dan pertama kita dalam menggali berbagai informasi,
utamanya berkaitan dengan agama, yakni al-Qur’an al-Karim? Sayangnya, kata
Dajjal ini tidak disebut secara langsung di dalam al-Qur’an. Namun, sumber
kedua kita, yakni hadits Nabi Muhammad Saw. banyak menginformasikan tentang
Dajjal ini.
Mengapa Dajjal tidak disebut secara
langsung di dalam al-Qur’an? Pertanyaan ini perlu kita jawab terlebih dahulu
sebelum menelusuri informasi tentang Dajjal dari hadits Nabi Saw. Jawaban yang
sesungguhnya, sudah barang tentu, hanya Allah Swt. Yang Maha Mengetahui. Namun,
para ulama memberikan pendapat mengenai hal ini.
Penyebutan Dajjal di dalam al-Qur’an
sudah termasuk dalam kandungan ayat sebagai berikut:
“Yang mereka nanti-nanti tidak lain
hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau
kedatangan (siksa) Tuhanmu atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. Pada hari
datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada
dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan
kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: ‘Tunggulah olehmu sesungguhnya Kami
pun menunggu (pula).” (QS al-An’âm [6]: 158).
Dalam surat al-An’âm ayat 158 di
atas disebutkan “tanda-tanda atau ayat Tuhanmu”, yang dimaksudkan adalah
tanda-tanda kiamat, dalam hal ini adalah munculnya Dajjal. Sebab, disebutkan
dalam sebuah hadits, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: “Tiga hal apabila
telah muncul (terjadi) maka tiada bermanfaat lagi sebuah keimanan bagi seorang
yang belum beriman (sebelumnya): Dajjal, dâbbah, dan terbitnya matahari dari
arah barat.”
Ada yang berpendapat bahwa tidak
disebutkannya Dajjal secara langsung di dalam al-Qur’an adalah sebagai bentuk
penghinaan kepada Dajjal yang di akhir zaman mengakui diri sebagai Tuhan. Hal
ini berbeda dengan disebutkannya Fir’aun di dalam al-Qur’an, meski dia telah
mengakui diri sebagai Tuhan, karena Fir’aun telah habis atau selesai masanya
sehingga hal ini dapat sebagai peringatan atau pelajaran bagi umat manusia
setelahnya. Namun, Dajjal akan hidup di akhir zaman dan akan menjadi ujian bagi
umat manusia.
Demikianlah di antara jawaban dari
para ulama tentang tidak disebutkannya Dajjal secara langsung di dalam
al-Qur’an. [Sumber: Ammazet]
Diambil dari: http://www.islampos.com
0 comments:
Post a Comment