Pada masa fitnah yang terjadi pada masa
kini menjadikan seorang yang shaleh tidak mampu untuk melaksanakan
ibadah-ibadahnya dengan sempurna inilah sebuah isyarat dari sabda Nabi Muhammad
saw : “Yataqaarabu az-zamaan, wa yanqusul al-‘amal, wa yulqa asy-syuhhu, wa
yaktsuru al-harju, qaaluu: wa maa al-harju? Qaala: al-qatlu, al-qatlu”
“ Waktu menjadi berdekatan. Amal shalih menjadi
berkurang. Sifat Bakhil merebak dimana-mana. Dan banyak terjadi Al-Harju.” Para
sahabat bertanya: Apakah Al-Harju itu? Beliau menjawab: “Pembunuhan,
pembunuhan.” (HR. Ibnu Majah)
Fenomena ini menjadikan banyak kaum
muslimin yang menghilangkan keberkahan
pada waktu bulan Ramadhan, kaum muslimin lebih menyedikitkan amal mereka
pada bulan Ramadhan karena sebuah anggapan bahwa Ramadhan merupakan kebiasaan
yang terus berlangsung sepanjang tahun, dan kewajiban yang ada hanyalah
berpuasa. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia, ia merupakan kesempatan besar
untuk membiasakan diri kita dalam beribadah kepada Allah, sehingga pada
bulan-bulan selanjutnya seseorang akan mampu dan hidup dengan ibadah kepada
Allah dengan maksimal dan semangat.
Untuk menjadikan ibadah kita senantiasa
langgeng (istiqamah) sesuai dengan tuntutan ‘ubudiyyah, seorang muslim harus
merasakan ruh dan menghadirkan hikmah-hikmah dalam ibadahnya. Sehingga
dengannya seseorang akan beribadah seperti dirinya melihat Allah atau seperti
Allah melihatnya.
Waktu Kita di Bulan Ramadhan.
“Wahai orang-orang yang menyia-nyiakan umurnya pada selain
ketaatan. Wahai orang yang meremehkan bulan, bahkan seluruh tahun-tahun dan
menyiakannya. Wahai orang yang bekalnya sekedar kata-kata nanti dan kelalaian
dan betapa buruknya perbekalan seperti itu. Wahai orang yang menjadikan
Al-Qur’an dan bulan Ramadhan sebagai musuhnya. Bagaimana anda mengharap dari
musuh anda pada hari Syafa’at.” (Ibnu Rajab)
Ramadhan adalah bulan yang mulia. Keagungan dan kemuliaan
bulan Ramadhan ini bersumber dari turunnya Al-Qur’an di dalamnya.(QS.
Al-Baqarah [2]: 185)
Bukan hanya Al-Qur’an tetapi kitab-kitab
samawi lain juga diturunkan pada bulan Ramadhan, Rasulullah saw bersabda: -Unzilat
shuhufu Ibraahim ‘alaihi as-salaam fi awwali laylatin min Ramadhan, wa unzilat
as-suuratu lasittin madhayna min Ramadhan, wa al-injil li tsalaatsa khalat min
Ramadhaan, wa unzila Al-Qur’an liarbain wa ‘isyrina khalat min Ramadhan.- “Lembaran-lembaran
Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan. Taurat diturunkan setelah
berlalu enam hari dari bulan Ramadhan. Injil diturunkan setelah berlalu tiga belas
hari dari bulan Ramadahan. Dan Al-Qur’an diturunkan setelah berlalu dua puluh
empat hari dari bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad)
Karena itu, maka waktu di bulan Ramadhan
memiliki kekhususan dan harga yang mahal. Sehingga menyia-nyiakan bulan
Ramadhan maka ia sama juga telah bertindak lalai, dan menzhalimi dirinya, serta
tidak menghargai bulan suci ini. Padahal menyia-nyiakan waktu-waktu bulan Ramadhan
sama dengan menyiakan waktu–waktu pada umur seseorang. Sesungguhnya didalam
bulan Ramadhan terdapat banyak kesempatan langka bagi orang yang ingin
menginvestasikan umur mereka. Ramadhan adalah umur yang pendek dan ajal yang
terbatas. Ia memiliki permulaan yang dinanti dan akhir yang sangat jelas
diketahui. Ramadhan merupakan contoh hidup dan miniatur bagi umur manusia yang
penuh dengan taklif. Karena manusia mempunyai taklifi yang masa-masanya
dikhususkan untuk ketaatan. Juga mempunyai umur fungsional yang dijadikan
sebagai pembantu bagi umur takllifi. Umur fungsional khusus digunakan
untuk tidur serta memenuhi hajat manusia.
Demikianlah bulan Ramadhan telah dijadikan
sebagai miniatur hidup kita. Jika kita menyia-menyiakan umur taklifi dibulan
Ramadhan, serta menyamakannya dengan umur fungsional, berarti kita telah
merugikan diri dan menzhalimi ruh kita. Karena kita tidak berbuat adil terhadap
ruh tersebut. Nabi Muhammad saw bersambda: -Ni’mataani maghbuun fiihima
katsiirun min an-naas, ash-shihhatu wa al-firaagh- “Ada dua nikmat yang kebanyakan
manusia merugi di dalamnya. Yaitu nikmat kesehatan dan waktu luang.” (HR.
Al-Bukhari)
Saudara-saudara Kita di Bulan Ramadhan.
Saudaraku sesungguhnya risalah (misi)
Ramadhan kepada kita yaitu anda menjadi seorang individu dalam satu kelompok
(jama’ah) kaum muslimin yang besar. Setiap individu dalam jama’ah kaum muslimin
memiliki hak-hak terhadap anda, sebagaimana anda memupnyai kewajiban-kewajiban
terhadapnya. Sedangankan yang harus kita lakukan adalah senantiasa
memperhatikan dengan sungguh-sungguh kondisi saudara-saudara anda di bulan
Ramadhan. Bulan yang penuh dengan kemurahan. Hendaknya kita senantiasa
mencari-cari kebutuhan yang dibutuhkan oleh saudara-saudara kita pada bulan
Ramadhan:
1. Ingatlah diantara saudara kita
ada orang yang tidak mendapatkan beberapa butir kurma untuk berbuka, atau tidak
mendapatkan seteguk susu untuk membasahi air liurnya.
2. Terkadang kita dapat berbaring
di tempat yang nyaman dengan penuh santai dan aman. Sementara diantara
saudara-saudara kita ada yang tidur dengan penuh kecemasan. Senantiasa terjaga
karena serangan serangan kekalutan. Berada di negara yang tertimpa beraneka
ragam malapetaka. Mereka ketakutan, kelaparan kedinginan dan kepanasan.
Ditambah dengan kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
3. Barangkali kita sedang merasakan
kesehatan dan nikmat dalam kesejahteraan dan kebahagiaan, dalam ketenangan dan
kenikmatan melimpah. Sementara selain kita banyak saudara-saudara kita
merasakan berbagai bencana, tertimpa banyak penyakit, mereka sangat merindukan
orang-orang yang pemurah yang ikut merasakan kondisi pedih mereka.
4. Dan pada akhir bulan Ramadhan,
wahai saudaraku yang berpuasa, terkadang anda kebingungan. Makanan, pakaian dan
mainan apakah yang harus anda pilih buat ptera-puteri dan sauadara-saudari
kita?, sementara anda mempunyai saudara lain yang juga sangat kebingungan,
manakah di antara anak-anaknya yang harus diberi dan siapakah mereka yang tidak
harus diberi, karena sulitnya kondisi yang menimpa mereka. Juga karena pelitnya
orang-orang yang mempunyai kenikmatan.
Musuh Kita di Bulan Ramadhan.
Sebagaimana kita memiliki teman-teman
setia, tentu kita juga mempunyai musuh. Dan tidak ada satu musimpun yang
membantu manusia untuk melawan musuh-musuhnya melainkan bulan Ramadhan. Ada dua
musuh utama bagi setiap manusia, pertama adalah setan terlaknat beserta bala
tentaranya. Didalam bulan Ramadhan seorang mukmin telah diberikan kekuatan
untuk mengaalahkan musuh-musuhnya. Rasulullah saw bersabda: -Idzaa jaa`a
ramadhan futihat abwaab al-jannah, wa ghulliqat abwaab an-naar, wa shuffidat
asy-syayaatin-. “Jika bulan Ramadhan datang, dibukakanlah pintu-pintu
Surga, ditutupkan pintu-pintu Neraka, dan setan-setan pun dibelenggu.” (HR.
Al-Bukhari)
Kemudian musuh kedua yang terbesar bagi se
ke dalam jurang dan meneriknya kepada kebinasaan tiap manusia adalah nafsu yang
mengajak kepada keburukan dan syahwat yang menyesatkan. Tidaklah syahwat
disebut dengan hawa kecuali ia akan menjerumuskan pelakunya kedalam jurang dan
meneriknya kepada kebinasaan. Dan ketika hawa atau syahwat itu dijadikan
sebagai tuhan selain Allah, maka manusia akan menjadikan hawa atau syahwatnya
sebagai tuhan bagi mereka. (QS. Al-Furqan: 43-44)
Dan puasa telah membantu setiap mukmin
untuk dapat mengendalikan syahwat atau hawanya untuk mengerjakan perbuatan-perbuatan
maksiat. Nabi saw bersabda: -Ash-Shiyaamu junnah ka junnati ahadikumm min
al-qatl-. “Puasa adalah perisai. Seperti perisai seseorang dari kalian
dalam peperangan.” (HR. An-Nasa`i), -Ashawmu junnah hashiinah-.
“Puasa adalah perisai yang sangat melindungi.” (HR. At-Tirmidzi)
Syahwat Kita di Bulan Ramadhan.
Puasa Ramadhan merupakan refresing bagi
ruhani. Di bulan Ramadhan ruhani menjadi bebas dari cengkraman syahwat selama
satu bulan penuh. Ruhani hampir tersayat sepanjang tahun karena menuruti
keinginan jasad. Maka paling tidak kita berbuat adil kepada ruhani ini selama
satu bulan setelah kita menyembunyikannya selama satu tahun di balik jasad yang
sangat menempel erat dengan syahwat dan tingkah lakunya.
Diantara syahwat manusia yang berpengaruh
dalam kehidupan mereka adalah syahwat perut dan syahwat kelamin, dan saat
seseorang menahan dua syahwat ini maka sama juga ia telah menghindari sejumlah
syahwat lalinnya. Inilah arti dari takwa yang diisyarakatkan oleh Allah dalam
surat Al-Baqaarah: 183. Fakhruddin Ar-Raazi menafsirkan : “Agar kalian
bertakwa kepada Allah dengan puasa dan meninggalkan syahwat kalian. Karena
suatu hal ketika keinginan terhadapnya sangat besar maka menghindarinya adalah
jauh lebih berat. Sedangkan keinginan terhadap makanan dan seksual, jauh lebih
besar daripada keinginan terhadap apa pun yang lain. Maka jika mudah bagi
kalian untuk takut kepada Allah dengan meninggalklan segala sesuatu yang lain
adalah jauh lebih mudah dan lebih ringan.”
Ketika seseorang meninggalkan syahwat
aslinya dengan berpuasa, hal itu mempersempit peredaran darah dalam tubuhnya.
Perederan darah itu menjadi pintu gerbang masuknya setan pada bani Adam. Karena
seta berjalan pada bani Adam melalui peredaran darah. Sehingga godaan setan pun
menjadi kecil dengan berpuasa. Dan menghilanglah lingkaran syahwat pada
dirinya. Inilah yang kemudian menjadi sebab kenapa Rasulullah Muhammad
menyifati puasa dengan wija’ (peredam).
Diantara kebodohan orang-orang yang tidak
menghormat kesucian bulan Ramadhan adalah mereka melancarkan tipu dayanya
kepada umat ini. Orang-orang bodoh itu melipatgandakan menu-menu yang
membatalkan puasa secara maknawi berupa syahwat-syahwat yang menggoda dan merusak
iman. Hal itu melalui media massa, baik yang didengar (radio), dibaca (majalah
dan koran), ataupun yang dilihat (televisi). Sehingga seseorang menghabiskan
hari-hari Ramadhan dan ia mengira sedang berpusa. Tetapi sebenarnya ia setelah
makan sahur dengan keburukan dan berbuka dengan perbuatan laknat. Sehingga
orang-orang ini berpuasa hanya membawa lapar dan dahaga.
Pandangan Kita di Bulan Ramadhan.
Akal manusia, jasmani, ruhani dan hatinya,
semua kebaikannya bergantung kepad aapa yang meresap kepadanya melalui
telinganya. Jika seseorang mendengarkan sesuatu yang baik, maka sesuatu yang
baik itu sampai pada pada akal, jasmani, ruhani dan hatinya. Tapi jika ia
mendengarkan keburukan, niscaya keburukan itu meresap ke dalam hati, ruhani,
serta merembes ke dalam akal dan jasmaninya.
Karena itulah, mendengarkan sesuatu yang
haram termasuk yang termasuk hal yang dilarang ketika berpuasa. Meskipun
mendengarkan sesuatu yang haram tidak termasuk hal yang membatalkan puasa dalam
makna fiqihnya. Sehingga ketika telinga berpuasa dari mendengarkan hal yang
diharamkan, sesungguhnya ia melindungi hati agar mengerjakan ibadah sesuai
dengan kesucian bulan Ramadhan.
Menjaga telinga dari perkara-perkara yang
membuat Allah murka dalam bulan Ramadhan merupakan kewajiban puasa, bukan
anjuran maupun sunnah puasa. Karena telinga akan dimintai pertanggung jawaban
oleh Allah dari sepanjang usianya bukan hanya dibulan Ramadhan saja. (QS.
Al-Isra`: 36). Berarti tanggung manusia terhadap bulan Ramadhan jauh lebih
ditekankan dan tindakan merusaknya merupakan sebuah kemungkaran yang besar.
Jabin bin Abdillah berkata:-Idzaa shumtu falyashum sam’uka wa basharuka wa
lisaanuka ‘an al-mahaarim-. “Jika anda berpuasa maka hendaknya berpuasa
pula pendengaran, penglihatan dan lisan anda dari perkara-perkara yang haram.”
Maka dengan ini sebagaimana tanggung jawab
telinga di bulan Ramadhan menjadi berlipat ganda untuk tidak mendengarkan
kebatilan maka tanggung jawab ini juga semakin besar untuk mendengarkan
kebenaran. Diantaranya : mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari imam-imam shalat
yang membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan jahriyyah, mendengarkan ilmu
dari majelis zikir dan majelis ilmu.
Maka diantara rasa syukur kepada Allah atas
nikmat pendengaran adalah dengan mengkhususkan telinga itu dalam kebaikan serta
menghindarkan dari mendengar yang buruk. Sementara bulan Ramadhan adalah
kesempatan emas untuk menghiasi telinga dengan ketaatan. Juga menghindarkan
dari penyimpangan-penyimpangan.
Pendengaran Kita di Bulan Ramadhan.
Bulan Ramadhan adalah bulan kesabaran dan
perjuangan. Diantara bentuk sabar dan perjuangan di dalamnya, hendaknya
seseorang bersabar dalam menundukkan pandangan serta memerangi hawa nafsunya
dalam menundukkan pandangan tersebut.
Allah memerintahkan orang-orang beriman,
laki-laki maupun perempuan agar menjaga pandangan. Karena hal itu merupakan
konsekwensi iman dan muraaqabah. (QS. An-Nuur: 30-31). Ibnu Katsir berkata
tentang surat An-Nuur : “Ini adalah perintah dari Allah terhadap
hamba-hamba-Nya yang beriman, agar menundukkan matanya dari hal-hal yang
diharamkan, serta menutup mata mereka dari barang-barang haram. Jika kebetulan
mata mereka melihat sesuatu yang haram tanpa sengaja, hendaknya mereka segera
mengalikan pandangannya.”
Wahai saudaraku! Jangan jadikan diri anda
termasuk orang-orang yang berpuasa perutnya, tetapi hatinya berbuka di bulan
Ramadhan. Perut anda berpuasa dari makanan dan minuman yang halal, sementara
anda melanglang buana dan memandangi setiap perkara yang diharamkan. Jabin bin
Abdillah berkata:-Idzaa shumtu falyashum sam’uka wa basharuka wa lisaanuka
‘an al-mahaarim-. “Jika anda berpuasa maka hendaknya berpuasa pula
pendengaran, penglihatan dan lisan anda dari perkara-perkara yang haram.”
Lisan Kita di Bulan Ramadhan.
Lisan kita di mempunyai ibadah di bulan Ramadhan.
Sebagiannya dzikir dan sebagiannya adalah diam. Diam adalah salah satu makna
puasa, sebagaimana dikatakan oleh Maryam: “Sesungguhnya saya telah nadzar
berpuasa untuk Tuhan yang maha pemurah maka saya tidak akan berbicara dengan
seorang manusia pun pada hari ini.” (QS. Maryam [39]: 26)
Puasa Maryam yang dinadzarkan pada ayat di atas adalah
diam, tidak berbicara. Adapun diam yang dituntut pada puasa kita adalah
berhenti dari dosa yang biasa keluar melalui lisan serta meninggalkan
wabah-wabah yang keluar akibat pembicaraan. Rasulullah saw bersabda:-Wa hal
yakubbu an-naas fi an-naar ‘alaa wujuuhihim aw ‘alaa manaakhirihim illa
hashaaidu alsinatihim- “Tidaklah manusia itu ditelungkupkan ke dalam Neraka
di atas wajah atau hidung mereka, kecuali karena akibat lisan mereka.” (HR.
Ahmad)
Sesungguhnya satu penyakit saja dari
penyakit lisannya misalnya ucapan dusta sudah bisa menghilangkan dan
menghancurkan ruh puasa secara total maka bagaimana jika seseorang memiliki
lebih dari satu penyakit. Rasulullah saw bersabda: -Man lam yada’ qaula
az-zuur wa al-‘amala bihi falaysa lillahi haajatun fi an yada’a tha’aamuhu wa
syaraabahu-
Saudaraku, bulan Ramadhan hanyalah beberapa hari yang
sedikit. Karena itu agungkanlah ia, manfaatkanlah hari-harinya, dan jagalah
diri anda pada hari-hari itu dari pisau lisan dan panah perkataan, baik dalam
keseriusan maupun lelucon. Baik saat ridha maupun saat marah. Selain itu bulan
Ramadhan adalah satu-satunya kesempatan bagi kita untuk membiasakan lisan untuk
melaksanakan ibadah. Karena lisan ini memiliki ibadah-ibadah yang khusus
baginya. Yang semuanya tersebar di antara mengerjakan fardhu-fardhu,
kewajiban-kewajiban, sunnah-sunnah dan meninggalkan segala yang haram serta
makruh.
Hati Kita di Bulan Ramadhan.
Hati mempunyai tanggung jawab di hadapan
Allah, sebagaimana pendengaran dan penglihatan juga mempunyai tanggung jawab di
hadapan-Nya. Sebagaimana setiap hamba akan dimintai pertanggung jawaban atas
apapun yang melintas pada pendengaran dan penglihatannya, dia juga akan
dimintai pertanggung jawabannya atas apa yang tertanam di dalam hatinya.
Kelak setiap hamba akan ditanya tentang
hatinya dan tentang perbuatan yang telah dilakukan oleh hati itu. Dan hati
memiliki tanggung jawab khusus tidak seperti organ-organ tubuh lainnya. Karena
hati adalah segumpal darah yang jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik
pula. Jika ia rusak maka seluruh tubuh ikut rusak pula. Rasulullah saw
bersabda:- Alaa wa inna fi al-jasadi mudhghatan idzaa shaluhat shalaha
al-jasadu kulluh wa idzaa fasadat fasada al-jasadu kulluh alaa wa hiya
al-qalbu-. “Ketahuilah sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal darah.
Jika segumpal darah itu baik maka seluruh jasad ikut baik pula. Dan jika
segumpal darah itu rusak maka rusak pula seluruh jasad. Segumpal darah itu adalah
hati.” (HR. Al-Bukhari)
Hati juga memiliki ibadah di bulan
Ramadhan, sebagaimana organ-organ tubuh yang lain. Karena hati merupakan tuan
atau pemimpin segala organ, maka ia dikhususkan dengan tuan segala ibadah,
yaitu keikhlasan. Ikhlas adalah tuan dan pemimpin bagi seluruh amal ibadah. Dan
tiada ibadah yang paling erat hubungannya dengan keikhlasan daripada puasa.
Karena puasa merupakan ibadah antara hamba dengan Rabbnya. Puasa tidak akan
menjadi ketaatan kecuali dengan ikhlas.
Jihad Kita di Bulan Ramadhan.
Jika Ramadhan adalah bulan kesabaran dalam
mengerjakan ibadah puasa, qiyamulail, membaca kitabullah dan berbuat baik
kepada makhluk. Maka sesungguhnya ia juga bulan jihad, bulan melawan hawa nafsu
dan bulan melawan manusia karena Allah.
Bukanlah secara kebetulan, jika
kemenangan-kemenangan terbesar kaum muslimin terdapat di bulan Ramadhan. Karena
orang yang berpuasa pada bulan suci ini, mencapai tingkat kemajuan ruhani, yang
dengannya ia rela mengorbankan nyawa demi mencari keridhaan Allah. Inilah salah
satu rahasia dan ruh puasa.
1. Kemenangan pertama dan terbesar
kaum muslimin yaitu perang badar kubra terjadi pada tanggal 17 Ramadhan pada
tahun dua hijrah.
2. Pada tanggal 20 Ramadhan, tahun
8 hijrah, terjadilah Fathu Al-Makkah. Dengan penaklukan itu Allah memuliakan
Islam dan umat Islam.
3. Pada tanggal 18 Ramadhan tahun
92 hijrah, kaum muslimin berhasil menaklukan kota andalus.
4. Pada tanggal 26 Ramadhan, tahun
233 hijrah, kaum muslimin berhasil menaklukan kota Ammuriyah dipimpin oleh
panglima perang Bani Abbasiyyah yang bernama ‘Al-Mu’tashim Billah’.
5. Pada tanggal 14 Ramadhan, tahun
666 hijrah, kaum muslimin memperoleh kemenangan luar biasa atas orang-orang
salib. Dan panglima Islam Adz-Dzahir Bibres berhasil merebut kembali kota
Anthakiah Anthokiah.
6. Pada tanggal 15 Ramadhan, tahun
668 hijrah, pasukan Islam menang atas pasukan Tartar yang sangat banyak jumlahnya
dalam perang Ain Jalut yang dipimpin oleh Panglima Mamluki yang bernama
Saifuddin Quthuz. Setelah kekalahan itu, bangsa Tartar tidak memiliki kekuatan
sedikitpun. Padahal sebelumnya mereka telah menghancurkan dunia Islam dan
menggugurkan kekhalifahan Abbasiyyah di Baghdad.
0 comments:
Post a Comment